REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI -- Dana Anak-anak PBB (Unicef) meminta kelompok yang bertikai di Libya untuk melindungi anak-anak. Dalam beberapa hari terakhir bentrokan kembali terjadi di sekitar ibu kota Tripoli.
"Sesuai dengan Hukum Kemanusiaan Internasional, Unicef menyerukan semua pihak yang berkonflik untuk melindungi setiap anak perempuan dan laki-laki setiap saat dan tidak melukai mereka," kata Perwakilan Khusus Unicef di Libya Abdel-Rahman Ghandour, dalam siaran pers seperti dilansir dari situs resmi Unicef, Rabu (10/4).
Ghandour mengatakan perang saudara yang kembali terjadi di Libya mengancam setengah juta anak-anak di ibu kota negara itu. "Hampir setengah juta anak-anak di Tripoli dan puluhan ribu lainnya di wilayah sebelah barat terancam atas pertempuran intensif," kata Ghandour.
Perang saudara kembali terjadi setelah Tentara Nasional Libya (LNA) yang dipimpin Khalifa Haftar dikabarkan sudah bergerak menuju selatan Tripoli dan mengambilalih bandara yang sudah tidak lagi digunakan. Hal itu mengancam pemerintahan yang diakui masyarakat internasional yang terletak di ibu kota.
"Unicef mengingatkan semua pihak untuk menahan diri dari melakukan pelanggaran berat terhadap anak-anak termasuk merekrut dan menggunakan anak-anak dalam pertempuran," kata Ghandour.
Delapan tahun sejak diktaktor Moammar Gadhafi digulingkan dan dibunuh pada tahun 2011 lalu kekerasan dan perang saudara di Libya tidak kunjung mereda. Haftar menjadi salah satu orang berpengaruh yang mengambil keuntungan di tengah kekacauan tersebut.
"Unicef akan tetap di Libya selama masa darurat ini, bersama dengan semua rekan kami, memberikan bantuan kepada anak-anak dan keluarga mereka," kata Ghandour.
World Health Organization (WHO) mencatat akan 47 orang yang tewas dan 181 orang terluka dalam pertempuran tiga hari di Libya. Sembilan orang di antaranya warga sipil termasuk dua dokter yang memberikan pelayanan kesehatan di Tripoli.
Sementara itu, Utusan Khusus PBB untuk Libya mengatakan tidak mungkin menggelar konferensi damai yang direncanakan pada pekan depan. Ghassan Salame berjanji untuk berkerja 'siang dan malam' untuk menurunkan tensi kekerasan yang tengah terjadi.
Dalam pernyataannya, ia mengatakan PBB berniat untuk menggelar konferensi damai itu ketika kondisinya sudah memungkinkan. Tapi pembicaraan tidak mungkin dapat dilakukan dengan 'latar belakang suara artileri dan serangan udara'.
PBB tidak dapat menahan laju serangan Haftar. Ia terus maju ke Tropoli dan bentrokannya dengan pasukan pemerintah yang diakui masyarakat internasional telah menewaskan 51 orang termasuk para prajurit yang bertempur dan warga sipil.
Saleme mangatakan hari-hari bentrokan berdarah telah menyia-nyiakan 'peluang bersejarah' untuk rakyat Libya. Konferensi damai dijadwalkan pada pertengahan bulan April sebagai jalan menuju pemilihan umum dan unifikasi pemerintahan Libya.
Serangan yang dilakukan Haftar telah dapat membawa Libya ke dalam kekacauan yang lebih buruk lagi. Memicu perang saudara yang terjadi sejak pemberontak tahun 2011 yang didukung NATO. Pemberontakan yang memicu konflik berkepanjangan.
Dalam sebuah video yang direkam A4 News Agency seorang laki-laki muda menembakkan senapan mesin dan RPG, memaksa kendaraan lapisan baja untuk mundur. Kendaraan lapis baja itu diduga milik LNA yang berada di kota Ain Zara yang terletak 15 kilometer dari Tripoli.
Pada Senin (8/4), sebuah bandara di Tripoli ditutup setelah dihantam serangan udara yang dilancarkan LNA. Bandara Mitiga hanya berjarak 8 kilometer dari pusat ibu kota.
PBB mengatakan pertempuran ini mengakibatkan 3.400 orang harus mengungsi yang menghentikan layanan darurat dan melukai atau menewaskan warga sipil.
Di New York, ketua Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi Filipo Grandi memperingatkan pertempuran di Tripoli juga akan menambah jumlah pengungsi dan imigran di pusat pengungsian. "Petugas PBB berani dengan peluru, sungguh, mereka mengevakuasi 150 orang dari pusat pengungsian dan memindahkan mereka ke pusat lainnya di ibukota," kata Grandi.
Kepada Dewan Keamanan PBB dan wartawan, Grandi mengatakan baik rakyat Libya maupun pengungsi terancam harus mengungsi jika pertempuran terus berlanjut. Banyak warga Libya yang mengungsi ke negara tetangga mereka Tunisia selama perang 2011.
Kekacauan itu juga menjadi dimanfaatkan oleh ISIS. Mereka dapat bangkit lagi di Libya. ISIS mengaku bertanggung jawab atas sebuah serangan di sebuah kota kecil al-Fuqaha yang menewaskan tiga orang termasuk walikotanya.
Salah seorang warga al-Fuqaha, Rabie al-Zadani mengatakan walikota dan dua orang petugas keamanan dipenggal. Seorang anggota parlemen Ismail al-Sharif mengkonfirmasi kematian tiga orang itu. Ia juga mengatakan para teroris membakar sejumlah rumah.