Jumat 12 Apr 2019 20:30 WIB

Militer Sudan Sebut tak Berambisi Pegang Kekuasaan

Militer Sudan mengambil pemerintahan setelah presiden mundur.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Nur Aini
Tentara Sudan berpatroli sementara demonstran melakukan aksinya di dekat gedung Kementerian Pertahanan di Khartoum, Sudan, Selasa (9/4).
Foto: AP Photo
Tentara Sudan berpatroli sementara demonstran melakukan aksinya di dekat gedung Kementerian Pertahanan di Khartoum, Sudan, Selasa (9/4).

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTUM -- Kepala komite politik dewan militer, Jenderal Omar Zain al-Abideen mengatakan, tentara tidak memiliki ambisi untuk memegang kekuasaan di Sudan pada Jumat (12/4). Mereka siap untuk mundur dalam satu bulan ke depan, jika pemerintah dibentuk.

Abideen mengatakan, mereka melakukan intervensi untuk menegakkan ketertiban, dan keamanan. Dia menekankan militer bertindak untuk memenuhi tuntutan rakyat.

Baca Juga

"Kami adalah pelindung tuntutan rakyat dan itu dengan konsensus dari entitas politik," kata Abideen, dilansir dari laman Aljazirah, Jumat (12/4).

Ia juga berjanji bahwa pemerintah transisi yang baru akan dijalankan oleh warga sipil. Demonstrasi selama berbulan-bulan memicu penggulingan presiden Sudan, Omar al-Bashir, Kamis (11/4). Mereka juga memprotes pengambilalihan militer.

Saat ini yang menggantikan Bashir yakni Jenderal Awad Ibn Auf. Sebelumnya ia menjabat sebagai menteri pertahanan.

Pernyataannya itu disampaikan Abideen setelah kelompok oposisi Sudan mempelopori protes selama berbulan-bulan. Mereka telah menyerukan agar orang-orang melakukan unjuk rasa setelah shalat Jumat di depan markas tentara.

Dalam sebuah pos Twitter, Asosiasi Profesional Sudan (SPA) meminta para pemrotes untuk berkumpul. Mereka diminta melanjutkan aksi duduk selama berhari-hari di luar markas tentara di ibu kota, Khartoum. "Tetap diam dan jaga revolusimu," ujarnya.

Abideen memperingatkan, mereka tidak akan bertindak toleran pada pelanggaran dan pada kesalahan apa pun yang terjadi di setiap sudut negara.

"Kami di sini untuk memberikan kesempatan bagi rakyat Sudan untuk mencapai perubahan yang mereka cita-citakan untuk mencapai dan merancang visi mereka sendiri dalam hal kepemimpinan," katanya.

Sebelumnya protes di Sudan terjadi sejak Desember 2018, disebabkan kenaikan tajam harga roti dan dan situasi ekonomi yang memburuk di negara itu.

Putaran terakhir protes dimulai pada Sabtu. Ribuan pengunjuk rasa berkemah di depan gedung kementerian pertahanan menuntut pemecatan Bashir.

Central Committee of Sudanese Doctors menyatakan, sebanyak 35 orang tewas dalam bentrokan dengan pasukan keamanan dalam enam hari terakhir. Sebanyak 13 orang tewas saat pasukan keamanan turun tangan dalam protes pada Kamis (11/4).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement