REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Kantor Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak otoritas peradilan untuk memastikan pendiri Wikileaks, Julian Assange, mendapatkan pengadilan yang adil, Jumat (12/4). Saat ini Assange telah menjadi tahanan Inggris.
"Kami mengharapkan semua pihak berwenang untuk memastikan hak Assange atas pengadilan yang adil ditegakkan oleh pihak berwenang, termasuk dalam proses ekstradisi yang mungkin terjadi," kata juru bicara PBB, Ravina Shamdasani dalam jumpa pers di Jenewa, Jumat (12/4).
Sebelumnya polisi Inggris menangkap Assange, keluar dari kedutaan Ekuador di London pada Kamis (11/4). Hal itu dilakukan setelah suaka tujuh tahunnya dicabut.
Assange yang tampak lemah, dengan rambut putih dan janggut panjang, diangkut oleh tujuh orang dari kedutaan. Kemudian ia masuk ke sebuah van polisi yang tengah menunggu.
Ketika ia diangkut keluar dari kedutaan, pria kelahiran Australia ini terdengar berteriak, "Ini melanggar hukum, saya tidak akan pergi," kata dia.
Polisi menyatakan mereka menangkap Assange, setelah diundang ke kedutaan. Ia berlindung di sana pada 2012 untuk menghindari ekstradisi ke Swedia, karena penyelidikan kekerasan seksual yang kemudian dibatalkan.
Langkah itu juga membuka jalan dalam ekstradisinya ke Amerika Serikat (AS), untuk kasus kebocoran informasi rahasia. Setelah penangkapan, para pejabat AS mengumumkan, Assange telah didakwa dengan tuduhan konspirasi untuk melakukan penyusupan komputer.
Perdana Menteri Inggris, Theresa May memuji berita itu di parlemen. Ia bersorak, dan berteriak "Dengar, dengar!", dari anggota parlemen.
Namun di Washington, Presiden AS, Donald Trump mengatakan, ia tidak memiliki pendapat tentang tuduhan terhadap Assange. Padahal sebelumnya pada 2016 lalu ia sempat melontarkan pendapat, bahwa dirinya menyukai Wikileaks.
"Saya tidak tahu apa-apa tentang WikiLeaks. Itu bukan urusan saya," kata Trump.
Di Washington, Departemen Kehakiman AS menyatakan, Assange dituduh berkonspirasi dengan mantan analis intelijen Angkatan Darat AS, Chelsea Manning. Ia dianggap bekerja sama untuk mendapatkan akses ke komputer pemerintah.
Hal tersebut merupakan bagian dari informasi yang dibocorkan pada 2010 oleh WikiLeaks. Informasi tersebut berasal dari ratusan ribu laporan militer AS terkait perang di Afghanistan, dan Irak, serta komunikasi diplomatik Amerika. Pakar hukum menyatakan akan ada lebih banyak tuduhan AS pada Assange.