REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal di Brisbane, Australia, Muarawati Nurmalinda menceritakan pengalamannya mengikuti Pemilu 2019 di Luar negeri. Ia mengatakan, di Australia terdapat dua model pemilu, yakni datang ke TPS atau dengan model pengiriman pos.
Ara mengatakan, ia bersama suami mendaftarkan diri dalam pemilu dengan model mendatangi TPS. Namun pada kenyataannya, ia terdaftar dengan model pencoblosan yang dikirimkan lewat pos. Sedangkan sang suami terdaftar sebagai pemilih yang harus datang ke TPS. "Padahal kami berdua daftarnya bareng, dan sama-sama mendaftar untuk datang ke TPS," kata Ara kepada Republika.co.id, Sabtu (13/3).
Kemudian, tetangganya di Brisbane juga merupakan suami istri asal Indonesia yang mengalami hal serupa. Sang istri mendapatkan surat suara yang dikirimkan lewat pos. Sedangkan sang suami harus datang ke TPS. "Pertanyaannya, valid enggak sih data yang dipakai? Daftarnya sama tapi kok model pemilihannya beda," kata perempuan yang berasal dari Depok itu.
Surat suara yang dikirim via pos diterima Ara sekitar akhir Maret lalu. Setelah memutuskan siapa yang dicoblosnya, surat suara itu kemudian akan dimasukkannya ke kotak pos. "Besok kita masukkan ke kotak pos bagi pemilih melalui pos di Sherwood State School, Brisbane," ujarnya.
Sementara itu, terkait dengan mahasiswa yang baru saja datang ke Australia, Ara mengatakan, berdasarkan informasi dari pemerintah, ketika mereka mendaftarkan alamat tinggal di Australia, secara otomatis mereka akan terdaftar sebagai pemilih dengan model pengiriman pos. "Jika mereka tidak mendapatkan surat suara, mereka bisa mendaftar dengan menggunakan A5," kata Ara.
Di sisi lain, Ara juga mengungkapkan, masih ada beberapa orang yang terdaftar sebagai pemilih menggunakan pos. Namun, beberapa dari mereka belum mendapatkan surat suara. "Padahal logikanya jika sudah terdaftar lewat pos, maka ia tidak bisa hadir ke TPS. Biasanya surat suara dikirimkan dua minggu sampai satu bulan sebelum hari pencoblosan," katanya.
Ara juga menceritakan pengalaman temannya yang mendaftar untuk memilih di TPS. Namun setelah di cek melalui laman yang sudah tersedia, kawannya itu terdaftar sebagai pemilih dengan model pengiriman pos. "Karena dia dekat sama panitia. Maka kemudian dia bisa mengubah kembali menjadi pemilih yang datang ke TPS. Pertanyaannya, apakah ia benar-benar tidak mendapatkan surat suara pos?" tutur Ara.
Pemilu 2019 di Australia merupakan pemilu yang kedua bagi Ara. Pada 2009 lalu, ia juga mengalami pemilu saat sedang menjalani studi master di Adelaide. Menurutnya, Oemilu 2009 terkesan lebih lancar karena diorganisir oleh mahasiswa di kampusnya.
Sedangkan pada Pemilu 2019 kali ini yang dijalaninya di Brisbane, Ara menyebut mayoritas penduduk Brisbane bukanlah mahasiswa. Karena itu, surat suara yang disebar tidak diorganisasi melalui kampus. Ia menyebut barangkali perbedaan itulah yang membuat pemilu tahun ini terkesan sedikit rumit.