REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Menteri Pertahanan Lebanon Elias Bou Saab pada Rabu memeriksa daerah di Lebanon Selatan di dekat wilayah yang diduduki Israel. Setelah itu, ia mengumumkan bahwa negaranya tak akan pernah menyerahkan satu jengkal pun tanahnya kepada Israel.
Dalam satu taklimat tak lama setelah kunjungannya, Saab menyatakan Lebanon akan memburu hak wilayahnya melalui koordinasi dengan UNIFIL (Pasukan Sementara PBB di Lebanon) dan masyarakat internasional.
"Operasi di wilayah ini dilaksanakan dengan koordinasi sangat erat antara militer kami dan UNIFIL," kata Menteri Pertahanan Lebanon tersebut, sebagaimana dikutip Kantor Berita Turki, Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Rabu malam.
"Tidak mudah buat Lebanon untuk menyaksikan tentara memasuki desa (di wilayah ini)," ujarnya.
Saab juga menyatakan tentara Lebanon telah mengerahkan sebanyak lima ribu prajurit di daerah itu. Akan tetapi, menurut Saab, jumlah personel masih jauh dari ideal.
"Hampir 10 ribu personel diperlukan," katanya.
Saab menceritakan mulanya ia ingin mengunjungi Point B1. Tetapi, ia tak bisa melakukannya sebab tentara Israel telah memasang kawat berduri di dalam wilayah Lebanon dalam pelanggaran terhadap Garis Biru.
Pont B1 berada di dalam wilayah pantai Ras An-Naqoura, tempat UNIFIL bermarkas. Garis Biru, sepanjang 120 kilometer, adalah demarkasi perbatasan yang ditaja PBB dan didirikan pada 2000 antara Israel dan Lebanon.
Pada Selasa (23/4), Ketua Parlemen Lebanon Nabih Berri menekankan kesiapan Beirut bagi demarkasi perbatasan lautnya dengan Israel di bawah pengawasan PBB. UNIFIL sebagai pasukan pemelihara perdamaian multinasional telah ditempatkan di Lebanon Selatan sejak 1978. Sasaran utamanya ialah memelihara perdamaian di wilayah itu dan memantau pelaksanaan kesepakatan dihentikannya permusuhan.
Setelah konflik 2006 antara Israel dan Hizbullah Lebanon, UNIFIL bertugas menjamin pelaksanaan Resolusi 1701 Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata antara pihak yang berperang dari penarikan Israel dari Lebanon Selatan.