REPUBLIKA.CO.ID, VLADIVOSTOK -- Presiden Rusia Vladimir Putin dan Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un mengadakan pertemuan di sebuah universitas, di Pulau Russky, Vladivostok. Dalam pertemuan tersebut, Rusia akan membantu upaya untuk menyelesaikan kebuntuan atas program nuklir Pyongyang.
"Kami akan membantu apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan situasi di Semenanjung Korea, apa yang bisa kita lakukan bersama, dan apa yang dapat dilakukan Rusia untuk mendukung proses positif yang sedang terjadi sekarang," ujar Putin, Kamis (25/4).
Perjalanan pertama Kim ke Rusia dilakukan sekitar dua bulan setelah pertemuan puncak kedua dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Dalam pertemuan kedua tersebut, Kim dan Trump gagal mencapai kesepakatan denuklirisasi, karena adanya sanksi AS terhadap Korut.
Sementara itu, Putin mengambil kesempatan itu karena ingin memperluas pengaruh Rusia di wilayah Korut. Di sisi lain, Rusia juga ingin mendapatkan lebih banyak pengaruh dengan Washington.
"Kami menyambut upaya Anda untuk mengembangkan dialog inter-Korea, dan menormalkan hubungan Korut dengan AS," ujar Putin kepada Kim.
Sementara itu, Kim mencatat bahwa perhatian dunia saat ini terkonsentrasi di Semenanjung Korea. Dia berharap, dialog dengan Putin dapat memberikan hasil konkret atas permasalahan tersebut.
"Saya pikir kita akan memiliki dialog yang sangat berarti untuk berbagi pendapat kita tentang masalah ini, sementara kami juga bersama-sama saling memberi informasi dan mempelajarinya," ujar Kim.
Seperti halnya AS, Rusia sangat menentang tawaran nuklir Pyongyang. Putin menyambut baik pertemuan kedua Trump dengan Kim. Dia mendesak AS agar berbuat lebih banyak untuk meredakan kekhawatiran keamanan Pyongyang.
Berbicara sebelum perundingan berlangsung, Penasihat Urusan Luar Negeri Putin, Yuri Ushakov mengatakan, Rusia akan berusaha untuk mengkonsolidasikan tren positif dari pertemuan Trump dan Kim beberapa bulan lalu. Ushakov mencatat bahwa Kremlin akan mencoba membantu menciptakan suasana yang menyenangkan untuk mencapai kesepakatan yang solid mengenai masalah Semenanjung Korea.
Sementara itu, Direktur Carnegie Moscow Center, Dmitri Trenin mengatakan, Putin kemungkinan akan mendorong Kim untuk melanjutkan pembicaraan konstruktif dengan AS. Hal ini mencerminkan kekhawatiran Rusia tentang program nulir dan rudal Korut.
"Rusia tidak diharapkan berpihak pada Korut, katakanlah, mendukung Korut sepenuhnya di Dewan Kemanan, di mana Rusia adalah anggota pemegang hak veto dan semua sanksi yang dikenakan kepada Korut memerlukan persetujuan Rusia," ujar Trenin.
Trenin menekankan bahwa Moskow memiliki sikap skeptis bahwa Korut dapat dibujuk untuk sepenuhnya meninggalkan senjata nuklirnya. Dia menganggap hal tersebut sebagai misi yang mustahil terwujud.
"Korut tidak akan menyerahkan satu-satunya jaminan kelangsungan hidup negara Korut dan rezimnya," kata Trenin.
Rusia ingin mendapatkan akses yang lebih luas ke sumber daya mineral Korea Utara, termasuk logam langka. Sementara, Pyongyang mengidamkan pasokan listrik dan investasi Rusia untuk memodernisasi pabrik-pabrik industri, kereta api, dan infrastruktur lainnya yang rusak akibat Soviet.
Pada Februari lalu, pembicaraan Trump dan Kim berakhir tanpa persetujuan karena perselisihan mengenai sanksi yang dipimpin AS. Sejak itu tidak ada kontak tingkat tinggi yang diketahui secara publik antara AS dan Korea Utara, meskipun kedua belah pihak menyatakan mereka masih terbuka untuk pertemuan puncak ketiga.
Kim ingin AS mengurangi sanksi, untuk membalas beberapa langkah pelucutan sebagian senjata yang diambilnya pada tahun lalu. Namun, AS mempertahankan sanksi itu akan tetap berlaku, sampai Korut membuat langkah denuklirisasi yang lebih signifikan.
Kim tiba di Vladivostok pada Rabu (24/4) lalu dengan menaiki kereta api lapis baja. Kepada stasiun televisi pemerintah Rusia, Kim berharap kunjungan pertamanya tersebut dapat menciptakan hasil yang konkret dan dapat mempererat hubungan antara kedua negara. Selain itu, Kim juga ingin membangkitkan rasa cintanya yang besar kepada Rusia, seperti yang dilakukan oleh almarhum ayahnya yakni Kim Jong Il yang melakukan tiga kali perjalanan ke Rusia. Kim Jong Il terakhir kali mengunjungi Rusia pada 2011.
Dilaporkan kantor berita RIA, Kim tiba di stasiun perbatasan Rusia, yakni Stasiun Khassan. Kedatangan Kim disambut dengan bunga dan hadiah tradisional berupa roti dan garam.
Kim kemudian melakukan tur ke Rumah Persahabatan Rusia-Korea yang berlokasi di stasiun itu. Rumah Persahabatan Rusia-Korea dibangun pada 1986, jelang kunjungan almarhum kakek Kim, yakni Kim Il Sung yang meninggal dunia pada 1994.
Kantor berita resmi Korut, KCNA sebelumnya melaporkan, Kim bertolak ke Rusia didampingi oleh Menteri Luar Negeri Ri Yong-ho dan perunding nuklir senior, Choe Son Hui. Sementara itu, kantor berita Korea Selatan (Koresel) Yonhap melaporkan, para petugas keamanan dan protokoler Kim tampak melakukan pemeriksaan akhir di sekitar stasiun Vladivostok. Kepala Staf Kim Chang-son dan saudara perempuannya Kim Yo-jong sudah tiba lebih dahulu di Rusia pada awal pekan ini.
Vladivostok adalah sebuah kota dengan penduduk lebih dari setengah juta jiwa. Pihak berwenang menutup jalur perairan dan lalu lintas laut di perairan sekitar Pulau Russky. Tak hanya itu, pengalihan arus lalu lintas juga membuat jalan-jalan di kota tersebut mengalami kemacetan.