REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON — Manal al-Sharif, seorang perempuan asal Arab Saudi, menunjukkan keberanian sebagai seorang aktivis yang melawan ketidakadilan, khususnya terhadap kaum Hawa. Dia memberi sorotan atas apa yang dipandang sebagai ketidakadilan di negara asalnya tersebut.
Sharif melakukan aksi mengemudi di sepanjang jalan di Amerika Serikat (AS) untuk meningkatkan kesadaran banyak orang bahwa banyak aktivis-aktivis perempuan lainnya di Arab Saudi yang hingga saat ini masih berada dalam tahanan. Tak sedikit dari mereka yang ditahan karena membela hak-hak kemanusiaan, termasuk juga untuk mengemudi.
Aksi mengemudi yang Sharif lakukan dimulai dari San Francisco pada 12 April. Dia menempuh jarak 3.000 mil berkendara ke Ibu Kota Washington DC dengan menyerukan diakhirinya ‘perang terhadap perempuan’ untuk Arab Saudi, yang pemerintahannya dipimpin dengan sistem kerajaan yang konservatif.
"Ini benar-benar mengkhawatirkan, bahwa dunia tidak melihat pelanggaran hak asasi manusia dan hak perempuan di negara saya,” ujar Sharif, dilansir CNN, Kamis (25/4).
Sharif juga mengatakan bahwa dia sangat sedih dengan adanya penahanan yang terjadi hingga saat ini terhadap aktivis-aktivis perempuan di Arab Saudi. Dia berharap aksi yang dilakukannya kali ini dapat membantu pembebasan mereka.
Pada 2011 lalu, Sharif menjadi sorotan dunia dengan merekam video dirinya yang sedang mengemudi di Arab Saudi dan mengunggahnya ke media sosial Youtube. Tindakan itu membuatnya ditangkap dan dipenjara, namun beruntung dia dibebaskan 10 hari kemudian.
Selanjutnya, Sharif terus mengampanyekan hak-hak perempuan Arab Saudi untuk mendapatkan kebebasan, khususnya mengemudi yang selama ini dilarang secara tegas oleh pemerintah negara itu. Dia bahkan menilai bahwa larangan tersebut adalah sebuah kejahatan.
"Salah satu hambatan utama bagi perempuan untuk mendapatkan kemandirian ekonomi dan mencari pekerjaan adalah mobilitas. Di negara tanpa transportasi umum, tidak ada kota pejalan kaki, di mana Anda bahkan tidak bisa mengendarai sepeda, mengemudi adalah satu-satunya cara bagi perempuan untuk mendapatkan pekerjaan,” ujar Sharif.
Pada 24 Juni 2018, larangan mengemudi bagi perempuan di Arab Saudi akhirnya dicabut. Saat itu, kelompok-kelompok hak asasi manusia dan masyarakat internasional memuji reformasi yang terjadi di salah satu negara di Timur Tengah itu. Namun, kegembiraan itu hanya berlangsung sementara.
Hal itu karena kemudian diketahui banyak aktivis perempuan yang ditangkap dan berada dalam tahanan hingga saat ini. Setidaknya ada 11 tokoh aktivis perempuan ternama di Arab Saudi yang ditahan sejak Mei tahun lalu.
Bahkan, mereka dilaporkan mendapatkan penyiksaan, seperti ditahan dalam sel isolasi selama berbulan-bulan hingga disiksa menggunakan sengatan listrik, cambuk, serta waterboarding atau kepala dibenamkan ke dalam air untuk memberikan efek tenggelam. Tak hanya itu, para aktivis perempuan ini juga mengalami pelecehan dan kekerasan seksual.
“Ketika Putra Mahkota Muhammad bin Salman berkuasa, kami semua tertipu menganggap bahwa dia adalah seorang tokoh reformasi di Arab Saudi,” ujar Sharif.
Sharif mengungkapkan bahwa banyak aktivis yang pada awalnya percaya dengan perubahan yang diberikan Putra Mahkota. Namun, setelah tahun pertama pemerintahannya, Sharif menilai terjadi banyak hal yang berdampak lebih buruk bagi Arab Saudi, seperti keterlibatan negara itu dalam perang sipil di Yaman.
Hingga kemudian gelombang penangkapan sejumlah orang yang dengan lantang menyuarakan protes terhadap Pemerintah Arab Saudi dilakukan untuk pertama kali pada September 2017. Semua orang yang vokal di jejaring sosial Twitter ditangkap, seperti para ulama, akademisi, dan pelaku bisnis.
Hingga gelombang penangkapan aktivis hak-hak perempuan dilakukan pada pada Mei 2018. Mereka ditangkap secara diam-diam dari rumah dan dimasukkan ke dalam penjara dengan tuduhan merugikan kepentingan negara dan memberi dukungan kepada musuh-musuh Arab Saudi, serta disebut sebagai pengkhianat dan agen asing.