Ahad 28 Apr 2019 14:17 WIB

39 Ribu Sipil Terlantar Akibat Krisis Kemanusiaan di Libya

Libya tetap dilanda gejolak sejak pemimpin lama Muammar Gaddafi digulingkan.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Dwi Murdaningsih
Anggota gerilyawan antipemerintah memegang senjata antiserangan udara di depan kilang minyak Ras Lanouf, di timur Libya, 5 Maret 2011.
Foto: AP Photo/Hussein Malla
Anggota gerilyawan antipemerintah memegang senjata antiserangan udara di depan kilang minyak Ras Lanouf, di timur Libya, 5 Maret 2011.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Juru bicara Sekretaris Jenderal Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres, Stephane Dujarric, menyampaikan keprihatinannya tentang laporan penembakan sembarangan atas wilayah sipil Tripoli, Libya. Hal ini disampaikan dalam konferensi pers Jumat (26/4) kemarin waktu setempat.

Mengutip data dari Badan Migrasi PBB, Dujarric mengatakan, ada hampir 39 ribu orang yang terlantar sejak pertempuran pecah di Tripoli. Bahkan menurut dia krisis kemanusiaan di sana juga memburuk.

Baca Juga

Dujarric menekankan perlunya akses segera dan tanpa syarat bagi mitra kemanusiaan untuk memasuki daerah konflik untuk mendistribusikan bantuan kepada warga sipil yang terjebak dalam baku tembak. "PBB mengingatkan pihak-pihak tentang perlunya melindungi warga sipil," ujar dia, dilansir Anadolu Agency, Ahad (28/4).

Awal April ini, Khalifa Haftar, komandan pasukan yang setia kepada pemerintah timur Libya, melancarkan kampanye untuk mengepung Tripoli, markas saingan Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang diakui PBB sebagai kantor pusat.

Pertempuran yang berselang-seling di dekat Tripoli telah menewaskan banyak orang. PBB telah menyatakan keprihatinannya bahwa konflik tersebut akan menciptakan krisis migrasi lain.

Dujarric mengatakan, mitra kemanusiaan PBB telah mengevakuasi 655 orang dari pusat penahanan Qasr bin Ghashir, yang terletak di pinggiran Tripoli. Verifikasi korban sipil sedang berlangsung, dia mengatakan lebih dari 3.000 pengungsi dan migran tetap terjebak di tujuh fasilitas penahanan di sekitar ibukota.

Libya tetap dilanda gejolak sejak pemimpin lama Muammar Gaddafi digulingkan dan terbunuh dalam pemberontakan yang didukung NATO pada tahun 2011. Sejak itu, Libya telah memperlihatkan munculnya dua kursi kekuasaan saingan: satu di Libya timur, tempat Haftar berafiliasi, dan satu lagi di Tripoli, yang menikmati pengakuan PBB.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement