REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif menuding Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS) John Bolton bersama Israel, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA) telah mendorong Presiden Donald Trump agar berkonflik dengan Iran. Hal ini disampaikan Zarif dalam sebuah wawancara dengan Fox News Sunday yang membahas sikap administrasi Trump terhadap Iran.
"Mereka semua menunjukkan minat menyeret AS ke dalam konflik. Saya tidak percaya bahwa Presiden Trump ingin melakukan itu. Saya percaya Presiden Trump menjalankan janji kampanye untuk tidak membawa Amerika Serikat kepada perang lainnya," ujar Zarif dilansir Newsweek, Senin (29/4).
Zarif menyebut Bolton dan para pemimpin Arab Saudi, Israel, dan UEA merupakan Tim B yang ingin mengubah rezim saat ini dan mengatur Iran. "Tim B ingin benar-benar mendorong Amerika Serikat, memancing Presiden Trump ke dalam konfrontasi yang tidak dia inginkan," katanya.
Zarif mengatakan, banyak sekutu dan pesaing AS yang tidak senang dengan kebijakan administrasi Trump terhadap Iran. Prancis, Jerman, Inggris, Uni Eropa, Cina, dan Rusia menandatangani Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) pada 2015 di bawah Presiden Barack Obama saat itu.
Penandatangan kesepakatan lainnya, mengkritik keputusan Trump menarik diri dari perjanjian. Zarif juga berpendapat Trump ingin menarik diri dari kesepakatan 2015 karena dibuat di bawah pemerintahan Obama.
Setelah wawancara dengan Fox News Sunday, Zarif menyampaikan kritik terhadap Bolton dan Tim B melalui Twitter-nya. Arab Saudi, yang bersekutu erat dengan UEA, dan Israel telah lama memandang Iran sebagai saingan di regional utama. Selain itu, Bolton juga telah lama kritis terhadap pemerintah Iran.
Terlepas dari kritik terhadap perjanjian 2015, pengawas nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara konsisten menemukan bahwa Iran tetap mematuhi perjanjian tersebut. Bahkan, setelah penarikan Direktur Intelijen Nasional, Dan Coast serta Direktur CIA, Gina Haspel yang pada akhir Januari mengakui bahwa kesepakatan Iran secara efektif mengekang kemampuan nuklir negara Teluk Persia.