REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo menegaskan opsi militer akan sangat mungkin digunakan di Venezuela jika diperlukan. Hal tersebut menyusul gejolak konflik yang tengah berlangsung di negara kaya minyak hingga Rabu (1/5).
"Presiden AS Donald Trump sangat terbuka dan konsisten, jadi aksi militer mungkin saja dilakukan jika diperlukan. Itulah yang akan dilakukan negara kami," ujar Pompeo dilansir Fox Business, Kamis (2/5).
Pompeo mengatakan AS berupaya melakukan segala cara untuk menghindari terjadinya kekerasan. Hal ini mengindikasikan transisi pemerintahan di Venezuela sehingga membuat Maduro hengkang.
"Kami lebih suka transisi pemerintahan yang damai di sana di mana Maduro pergi dan pemilihan baru diadakan," ujarnya.
Protes meluas kembali terjadi di Venezuela pada Selasa (30/4) usai pemimpin oposisi Juan Guaido menyerukan penggulingan terhadap Presiden Venezuela Nicolas Maduro. Menlu Pompeo mengharapkan banyak rakyat turun ke jalan untuk mempertahankan demokrasi mereka.
Presiden AS Donald Trump menuduh Kuba mendukung pemerintahan Maduro. Trump pun akan menjatuhkan embargo penuh dan lengkap serta sanksi, jika militer tidak segera menghentikan operasi di Venezuela.
Selain sejumlah tindakan yang diambil oleh pemerintahan Trump untuk menghentikan dukungan Kuba, Pompeo mengatakan, ada banyak hal yang akan terus dikerjakan. Begitu pula langkah AS untuk Rusia yang mendukung Maduro. Washington memperingatkan Moskow agar menjauhi Venezuela.
"Seperti yang dikatakan Presiden Trump, mereka harus pergi," ujarnya.
Pompeo mengatakan, AS akan fokus untuk memastikan akan melakukan upaya membela Guaido dan memilihnya sehingga membuat para pendukung Maduro meninggalkan negara itu. Venezuela berada dalam pergolakan krisis kemanusiaan dan ekonomi.
Ini terjadi di tengah kebuntuan politik antara Guaido dan Maduro ketika Washington telah meningkatkan tekanan diplomatik dan ekonomi pada Maduro dalam upaya untuk membuatnya melepaskan kekuasaan, termasuk memberikan sanksi kepada perusahaan minyak milik pemerintah.
Ketegangan di Venezuela meningkat sejak Guaido, yang mengepalai Majelis Nasional Venezuela, mendeklarasikan dirinya sebagai presiden pada 23 Januari. Langkah Guaido pun didukung oleh AS dan banyak negara Eropa dan Amerika Latin.