Sabtu 04 May 2019 11:45 WIB

Kota dengan Kasus Kematian Massal Terbesar di Selandia Baru

Christchurch menjadi kota dengan kasus kematian massal terbesar di Selandia Baru.

Rep: Puti Almas/ Red: Reiny Dwinanda
Umat muslim melintasi karangan bunga yang diletakkan warga di depan Masjid Wellington saat pelaksanaan salat Jumat pertama pascapenembakan di dua masjid kota Christchurch pada Jumat (15/3) di Kilbirnie, Wellington, Selandia Baru, Jumat (22/3/2019).
Foto: Antara/Ramadian Bachtiar
Umat muslim melintasi karangan bunga yang diletakkan warga di depan Masjid Wellington saat pelaksanaan salat Jumat pertama pascapenembakan di dua masjid kota Christchurch pada Jumat (15/3) di Kilbirnie, Wellington, Selandia Baru, Jumat (22/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, CHRISTCHURCH — Sejumlah peneliti mengatakan, Christchurch menjadi salah satu kota yang memiliki kasus kematian massal terbesar dalam 120 terakhir di Selandia Baru. Studi terhadap hal ini dilakukan setelah terjadinya penembakan brutal di dua masjid di kota itu pada 15 Maret lalu dan membuat 50 orang tewas.

Insiden itu menjadi yang paling mematikan terjadi di Selandia Baru sejak 1900. Menurut peneliti dari Unversitas Otago, Nick Wilson dan George Thomson, serangan Christchurch menjadi kasus kematian massal yang terburuk dalam sejarah negara itu.

Baca Juga

Sebelumnya, kasus kematian massal juga terjadi pada 1943. Saat itu, tentara Selandia Baru menembak sekelompok warga Jepang di sebuah kamp tahanan perang di Featherston. Sebanyak 49 orang tercatat kehilangan nyawa dalam kejadian itu.

Selain itu, ada 55 insiden yang terjadi pada 1947. Laporan dari Friday’s New Zealand Medical Journal, salah satunya adalah kasus kematian mendadak yang menyebabkan 10 orang menjadi korban.

Peristiwa yang terburuk setelahnya terjadi pada 1979, melibatkan penerbangan Air NZ 901. Kecelakaan pesawat terjadi, ketika Air NZ menabrak Gunung Erebus di bagian Antartika yang menewaskan 257 orang.

Pada 1931, gempa bumi di wilayah Teluk Hawke menewaskan 256 orang, kemudian terjadi di Chirstchurch pada 2011, menewaskan 185 orang. Karena itu, Christchurch menjadi wilayah atau kota yang memiliki kasus kematian massal terbesar dalam sejarah Selandia Baru.

Christchurch juga memiliki catatan kasus kematian massal terbesar dengan adanya penembakan di Ballantyne pada 1947. Sebanyak 41 orang tewas dalam insiden tersebut.

Hingga kemudian di Ibu Kota Wellington adanya kasus tenggelamnya kapal SS Penguin pada 1909 yang menyebabkan 72 tewas dan Kapal Wahine pada 1968 yang membuat 53 orang tewas.

Dalam sebuah daftar 20 kematian massal terbesar di Selandia Baru, tak ada satupun yang terjadi di Auckland, salah satu kota terbesar di Selandia Baru dan demikian juga dengan Hamilton. Salah satu kota lainnya yang masuk dalam daftar adalah Dunedin, di mana kebakaran di Rumah Sakit Jiwa Seacliff terjadi pada 1942 dan membuat 37 orang tewas.

"Bencana mematikan massal yang tiba-tiba ini kadang-kadang memicu perubahan legislatif dan sistem lainnya yang kemudian dapat mencegah peristiwa fatal lainnya," demikian kutipan dalam tulisan studi peneliti dilansir Newshub, Sabtu (4/5).

Karena itu, peneliti mengatakan, kasus penembakan brutal yang terjadi di Christchurch memberi peluang untuk melakukan revisi undang-undang tentang senjata api. Selama ini, ketentuan mengenai senjata itu dinilai sudah ketinggalan zaman.

Pemerintah Selandia Baru hanya membutuhkan waktu beberapa pekan untuk memperkenalkan dan mengeluarkan undang-undang baru. Dengan demikian, ketentuan di dalamnya membatasi jenis-jenis senjata yang dapat dimiliki oleh orang-orang di negara itu.

“Perubahan seperti itu tampaknya berkontribusi pada pengurangan penembakan massal di Australia," ujar tulisan peneliti tersebut.

Australia menjadi salah satu negara yang mengubah undang-undang tentang senjata setelah insiden kematian massal terjadi di Tasmania atau yang dikenal dengan kasus Port Arthur pada 1996. Saat itu, seorang lelaki yang mengalami gangguan mental melakukan penembakan dengan senjata semi-otomatis dan membunuh 35 orang.

Penelitian sebelumnya tentang kematian massal di Selandia Baru, yang diterbitkan pada 2017, menemukan bahwa kasus tersebut telah menurun tajam dari waktu ke waktu. Dalam dua dekade pertama pada abad ke-20 ada 19 kasus, antara 1940 dan 1959 turun menjadi 13 dan hanya ada tiga antara 1980 dan 1999, dan tiga dalam 15 tahun pertama abad ini.

“Ini yang paling menyedihkan, di mana kami harus memasukkan jumlah yang jauh meningkat akibat terjadinya penembakan massal di Christchurch,” ujar peneliti dalam studi tersebut.

Sejumlah peristiwa yang menyebabkan kematian massal lainnya di Selandia Baru dan tidak dimasukkan dalam daftar adalah kecelakaan rel Tangiwai tahun 1953 (151 meninggal), tenggelamnya kapal SS Elingamite  pada 1902 yang menyebabkan 45 meninggal, ledakan tambang Ralph pada 1914 (43 kehilangan nyawa), tenggelamnya MV Kaitawa dekat Cape Reinga pada 1966 (29 orang meninggal), dan ledakan Tambang Sungai Pike pada 2010 yang menyebabkan 29 orang meninggal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement