REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Pencemaran udara dan air telah menimbulkan ancaman kesehatan serius bagi satu juta pengungsi Rohingya di salah satu pusat penampungan terbesar di dunia di Bangladesh. Asap dari kayu bakar dan buangan kendaraan yang lewat mencekik udara di Kamp Pengungsi Cox's Bazar.
Air minum yang tidak disaring dan kurangnya pengolahan limbah yang layak telah membuat kasus diare, demam dan penyakit kuning lebih sering terjadi. Harian lokal The Daily Star, Jumat (3/5), melaporkan pengungsi di kamp tersebut juga menderita penyakit yang umum menyerang, bermacam sakit kulit, jantung dan gangguan pernafasan.
Studi oleh Pusat Internasional bagi Perubahan Iklim dan Pembangunan meneliti kondisi lingkungan hidup di kamp pengungsi pada Juni-Desember 2018 dengan dukungan Organisasi Internasional bagi Migrasi. Koordinator studi tersebut Istiakh Ahmed menggarisbawahi perlunya tindakan memperkecil risiko bagi pengungsi.
Kadar zat kimia seperti nitrogen dioksida yang meningkatkan risiko gangguan pernafasan hampir dua kali lipat di atas standar. Sebanyak 62 persen lagi sampel air tanah yang diperiksa didapati mengandung koliform, kelompok bakteri berbahaya yang hidup di limbah manusia.
Sebanyak 30 persen saluran di kamp itu terbuat dari lumpur. Lebih dari sepertiganya adalah ruang terbuka, dan hanya 19 persen tembok. Limbah seringkali tidak segera dipindahkan dan tetap berada di kamp tersebut serta mencemari udara.
Orang paling dipersekusi
Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai orang yang paling dipersekusi di dunia, telah menghadapi kekhawatiran yang meningkat mengenai serangan sejak puluhan dari mereka tewas dalam kekerasan masyarakat pada 2012. Menurut Amnesty International, lebih dari 750 ribu pengungsi Rohingya, kebanyakan perempuan dan anak menyelamatkan diri dari Myanmar.
Mereka menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan penindasan terhadap masyarakat minoritas Muslim pada Agustus 2017. Sejak 25 Agustus 2017, hampir 24 ribu Muslim Rohingyatelah tewas oleh pasukan negara Myanmar, demikian laporan dari Ontarion International Development Agency.
Dalam laporan berjudul Forced Migration of Rohingya: The Untold Experience, Lebih dari 34 ribu orang Rohingya dibakar hidup-hidup dan lebih dari 114 ribu lagi dipukuli. Sebanyak 18 ribu perempuan dan anak perempuan Rohingya telah diperkosa oleh polisi dan tentara Myanmar sementara puluhan ribu rumah milik masyarakat minoritas di Myanmar itu telah dihancurkan.