Senin 06 May 2019 15:09 WIB

AS akan Tinjau Hubungan dengan Negara-Negara Anti-Israel

AS meninjau hubungan dengan negara-negara anti-Israel dengan alasan anti-Semitisme.

Rep: Puti Almas/ Red: Nur Aini
Asap tebal terlihat di Gaza, Palestina, Ahad (5/5), setelah dihantan roket Israel.
Foto: AP Photo/Khalil Hamra
Asap tebal terlihat di Gaza, Palestina, Ahad (5/5), setelah dihantan roket Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV — Amerika Serikat (AS) akan meninjau kembali hubungan dengan negara-negara yang dianggap anti-Israel. Dalam sebuah pernyataan pada Ahad (5/5), langkah itu dilakukan Negeri Paman Sam untuk mengubah kebijakan menuju penyamaan anti-Zionisme dengan anti-Semitisme. 

Utusan khusus Departemen Luar Negeri AS untuk memantau dan memerangi anti-Semitisme, Elan Carr mengatakan saat ini posisi negaranya sedang meninjau hubungan, baik dengan pemerintah serta para pemimpin sejumlah negara. Ia menekankan bahwa anti-Semitisme di negara yang memiliki hubungan dengan AS menjadi keprihatinan. 

Baca Juga

“AS bersedia meninjau kembali hubungan dengan negara manapun dan tentu saja anti-Semitisme di negara yang memiliki hubungan denga kami menjadi keprihatinan yang mendalam,” ujar Carr dalam sebuah pernyataan saat berkunjung ke Israel, Senin (6/5). 

Carr mengatakan akan mengangkat isu anti-Semitisme tersebut dalam pertemuan bilateral yang ia lakukan di banyak negara. Ia menilai bahwa bahwa masalah itu adalah sesuatu yang harus dibicarakan secara jujur. 

“Saya akan mengangkat masalah itu dalam pertemuan bilateral yang saya lakukan di seluruh dunia. Itu adalah sesuatu yang akan kami bicarakan dengan jujur dan terus terang, di balik pintu tertutup,” kata Carr. 

Carr menolak untuk memberi penjelasan tentang negara atau pemimpin pemerintahan yang dinilai memiliki sikap anti-Semitisme. Hal itu termasuk juga mengatakan apa yang mungkin dilakukan oleh Pemerintah AS yang dipimpin oleh Presiden Donald Trump kepada mereka. 

“Saya jelas tak bisa berkomentar tentang alat diplomatik yang mungkin kami terapkan. Setiap negara memiliki tantangan diplomatik yang berbeda, jadi jika saya mengungkapkan apa yang akan kami lakukan, itu akan menjadi kurang efektif,” kata Carr. 

Sejumlah analis politik AS mengatakan rencana perubahan kebijakan luar negeri ini dilakukan agar Trump dan Partai Republik dapat meraih dukungan dari pemilih Yahudi di negara adidaya itu. Termasuk juga ditujukan terhadap mereka yang tidak puas dengan adanya dukungan suara pro-Palestina dalam lingkaran Partai Demokrat yang progresif. 

Pada saat yang sama, kritikus mengkritik retorika nasionalistik konfrontasional Trump yang mendorong ekstrimis sayap kanan dan mendukung aktivitas yang dilakukan oleh kelompok yang menyebarkan kebencian di Amerika. 

Meski demikian, Pemerintah AS dengan tegas menolak tuduhan tersebut. Carr juga memberi pernyataan bahwa pemerintah hendak menyamakan anti-Zionisme dengan anti-Semitisme untuk membuka apa yang disebut olehnya sebagai ‘jalan baru’ dalam hubungan kuat antara AS dan Israel sebagai sekutu. Ia juga menilai bahwa banyak orang yang menyembunyikan sikap anti-Semitisme di balik anti-Zionisme. 

“Tentu saja ini membuka jalan baru dengan menjelaskan bahwa banyak hal dari kami yang berkaitan dengan dunia Yahudi. Banyak dari kami yang mendukung hubungan kuat antara AS dan Israel, yang sudah berjalan selama beberapa waktu,” kata Carr.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement