Senin 06 May 2019 18:48 WIB

Brunei Moratorium Hukuman Mati Pelaku LGBT

Sultan Brunei Hasanal Bolkiah mengumumkan moratorium hukum mati pelaku LGBT.

Rep: deutsche-welle/ Red:
Sultan Brunei Hasanal Bolkiah memberlakukan moratorium hukum anti-LGBT yang mengerikan di negara itu.
Foto: ABC News/Jarrod Fankhauser
Sultan Brunei Hasanal Bolkiah memberlakukan moratorium hukum anti-LGBT yang mengerikan di negara itu.

Dalam pidatonya Ahad malam (5/5), Sultan Hassanal Bolkiah mengumumkan moratorium hukuman mati. Sebelumnya, hukuman tersebut yang sudah diterapkan berdasarkan pada hukum pidana umum yang berlaku di Brunei Darussalam. Dalam hukum syariah terkini, di dalamnya termasuk hukuman rajam.

Undang-undang syariah mencakup hukuman amputasi tangan dan kaki bagi pencuri. Beleid ini mulai berlaku sepenuhnya sejak bulan lalu. Hal ini menjadikan Brunei Darussalam sebagai satu-satunya negara di Asia Tenggara yang menerapkan hukum syariah di level nasional.

Langkah tersebut memicu respons dari dunia internasional. PBB mengecam keputusan Brunei itu. Ada pula para selebritas. Misalnya, aktor George Clooney yang menyerukan agar hotel-hotel milik Brunei diboikot.

 

Moratorium Hukuman Mati

Dalam pidato yang disiarkan televisi, Sultan Brunei menyampaikan komentar publik pertamanya menanggapi kehebohan itu. Ia mengatakan ada "banyak pertanyaan dan kesalahan persepsi" mengenai hukum syariah.

"Baik hukum umum maupun hukum syariah bertujuan untuk memastikan perdamaian dan keharmonisan negara ini," tegasnya, seperti dikutip dari kantor berita AFP.

Di bawah hukum pidana umum, Brunei menerapkan hukuman gantung untuk sejumlah tindak kriminal, seperti pembunuhan dan perdagangan narkoba. Namun, sejak tahun 1957 tidak ada pelaku tindak pidana tersebut yang dieksekusi.

"Kami telah mempraktikkan moratorium de facto atas eksekusi hukuman mati untuk kasus-kasus berdasarkan hukum umum. Ini juga akan diterapkan pada kasus-kasus di bawah (hukum pidana syariah)," kata Sultan seperti dilaporkan oleh AFP.

 

Masalah HAM

Organisasi hak asasi manusia (HAM) mengatakan pengumuman yang disampaikan Sultan Brunei itu tidak cukup. "Itu tidak mengubah apa pun," kata Matthew Woolfe, pendiri kelompok hak asasi The Brunei Project, kepada AFP. "Pengumuman ini tidak memberi solusi apa pun untuk mengatasi masalah HAM lainnya terkait hukum syariah."

Menurut Woolfe, hukuman itu harus dihapuskan sama sekali karena "tidak ada yang menghentikan pemerintah Brunei jika mereka ingin mencabut moratorium kapan pun," katanya pada kantor berita Reuters.

Hukuman maksimum untuk pelaku seks sesama pria di bawah hukum syariah adalah hukuman mati dengan dilempari batu, tetapi pelaku juga dapat dijatuhi hukuman penjara yang panjang atau hukuman cambuk.

Perempuan yang melakukan hubungan seksual dengan perempuan lain dihukum 40 pukulan batang tebu atau hukuman penjara maksimum 10 tahun.

Hukuman lain dalam undang-undang syariah Brunei, seperti hukuman cambuk dan amputasi anggota badan karena mencuri tetap akan berlaku.

Dalam pidatonya, Sultan juga berjanji bahwa Brunei akan meratifikasi konvensi PBB menentang penyiksaan yang ditandatangani beberapa tahun lalu.

Phil Robertson, wakil direktur Asia untuk organisasi HAM Human Rights Watch, mengatakan, "seluruh undang-undang yang melanggar hak asasi manusia harus dihapuskan. Moratorium hukuman mati ini tidak berdampak besar, sudah jelas bahwa Sultan hanya membahas bagian paling mengerikan dari UU Syariah untuk meredam kritik dan kemarahan internasional." Demikian dikutip dari Reuters.

 

na/hp (afp, rtr)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement