REPUBLIKA.CO.ID, GAZA CITY -- Hamas dan Israel disebut telah menyepakati gencatan senjata pada Senin (6/5) pagi, sekitar pukul 04.30 waktu setempat. Hal itu tercapai berkat mediasi yang dilakukan oleh Mesir.
Namun, militer Israel enggan mengonfirmasi kabar tersebut. Mereka hanya mengatakan, semua pembatasan perlindungan di garis depan pertempuran akan ditarik, menyiratkan bahwa konfrontasi telah berakhir.
Mesir dan PBB telah berusaha menengahi gencatan senjata. Sebelumnya, menurut keterangan militer Israel, gejolak dimulai ketika seorang penembak jitu dari kelompok perlawanan Palestina, Jihad Islam, menembaki pasukan Israel. Kejadian itu melukai dua tentaranya.
Sementara Jihad Islam menuduh Israel menunda-nunda penerapan kesepakatan sebelumnya dalam upaya untuk mengakhiri kekerasan dan mengurangi kesulitan ekonomi Gaza. Pertempuran di Gaza berlangsung sejak Sabtu pekan lalu.
Israel menggempur Gaza setelah wilayahnya diserang roket oleh Hamas. Peperangan kian mematikan pada Ahad. Setelah Israel melancarkan serangan udara, faksi-faksi perlawanan Palestina di Gaza meluncurkan 600 roket ke permukiman Israel.
Aksi saling balas serangan itu dilaporkan menyebabkan 16 warga Palestina dan empat warga Israel tewas. Sejak Maret 2018, situasi di Gaza, khususnya di dekat perbatasan dengan Israel telah memanas. Hal itu dipicu oleh digelarnya aksi bertajuk Great March of Return oleh warga Palestina di sana.
Dalam aksi itu mereka menuntut Israel mengembalikan lahan dan tanah yang didudukinya pasca-Perang 1967 kepada para pengungsi Palestina. Selain itu, warga Palestina juga menyuarakan protes atas keputusan AS memindahkan kedutaan besarnya ke Yerusalem.
Namun, aksi demonstrasi yang berlangsung di sepanjang perbatasan Gaza-Israel itu direspons secara represif oleh Israel. Mereka menembaki para demonstran dengan peluru tajam.
Sebanyak 189 warga Palestina tewas sepanjang aksi Great March of Return dilaksanakan. Sementara itu, sekitar 6.016 lainnya mengalami luka ringan dan berat. PBB telah menyatakan, tindakan Israel terhadap para demonstran Great March of Return merupakan kejahatan perang.
Sekitar 2 juta warga Palestina tinggal di Gaza. Kondisi ekonomi mereka telah menderita selama bertahun-tahun karena blokade Israel dan Mesir.
Selain itu, terdapat pemotongan bantuan asing baru-baru ini dan sanksi oleh otoritas Palestina, saingan Hamas yang berbasis di Tepi Barat. Israel menyatakan, pemblokirannya diperlukan untuk menghentikan senjata mencapai Hamas. Ini telah diperangi sejak penguasaan Gaza pada 2007.
Sebelumnya, Uni Eropa (UE) menyerukan agar Hamas dan Jihad Islam menghentikan serangan roket terhadap Israel. Dalam eskalasi terbaru di Jalur Gaza, Uni Eropa menegaskan dukungannya untuk Tel Aviv.
"Serangan roket serampangan dari militan Palestina di Gaza harus segera dihentikan. Uni Eropa menegaskan kembali komitmen fundamentalnya untuk keamanan Israel," kata kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Federica Mogherini, dilaporkan Anadolu Agency, Ahad.
Dia menilai, serangan-serangan roket yang dilancarkan Hamas dan Jihad Islam memprovokasi penderitaan bagi Israel. Hal itu juga turut memicu terjadinya kekerasan dan konflik yang tiada akhir. Dengan demikian, warga sipil Palestina di Jalur Gaza juga harus menanggung beban penderitaan akibat pertempuran tersebut.
"Uni Eropa menegaskan kembali dukungan penuhnya pada dorongan Mesir dan PBB untuk mengurangi ketegangan di Gaza serta mengharapkan para pihak untuk bekerja dengan mereka guna memulihkan ketegangan," kata Mogherini.
Asap tebal terlihat di Gaza, Palestina, Ahad (5/5), setelah dihantan roket Israel.
Trum dukung Israel
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali menegaskan dukungan untuk Israel dalam menghadapi serangan faksi-faksi perlawanan Palestina di Jalur Gaza. Menurut Trump, gempuran terhadap Israel justru akan membuat rakyat Gaza lebih menderita.
"Sekali lagi, Israel menghadapi rentetan serangan roket mematikan oleh kelompok-kelompok teroris Hamas dan Jihad Islam. Kami mendukung Israel 100 persen dalam membela warganya," kata Trump melalui akun Twitter pribadinya, Ahad (5/5).
Ia pun memperingatkan agar serangan terhadap Israel dihentikan. Kepada rakyat Gaza, aksi-aksi teroris terhadap Israel ini tidak akan menghasilkan apa-apa, kecuali penderitaan yang lebih. "Hentikan kekerasan dan bekerja menuju perdamaian, itu bisa terjadi," ujarnya. (kamran dikarma/ rossi handayani/reuters ed:yeyen rostiyani)