REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Profesi jurnalis masih rentan di daerah-daerah konflik, termasuk di Timur Tengah. Hal itu disampaikan Pizaro selaku redaktur eksekutif kantor berita Turki Anadolu Agency di Indonesia.
Pizaro mencontohkan awak media yang bekerja meliput langsung konflik Palestina-Israel. Mengutip catatan Forum Jurnalis Palestina, sebanyak 55 wartawan telah menjadi korban jiwa dalam rentang waktu April 2000 sampai saat ini.
Malahan, dia menyebut, kalangan jurnalis kerap menjadi sasaran kekerasan, sampai-sampai beberapa di antaranya meninggal dunia, ketika meliput situasi konflik yang disulut militer Israel.
Pizaro menuturkan, kantor perwakilan Anadolu di Gaza, Palestina, untuk pertama kalinya merasakan serangan militer Israel pada Sabtu (5/5) lalu. Sebanyak lima roket yang diluncurkan Israel meledak di lokasi tersebut. Sebelumnya, tentara zionis itu juga melancarkan rentetan tembakan peringatan.
Melihat apa yang dilakukan Israel dengan persenjataan canggihnya, lanjut Pizaro, kuat dugaan kalangan pers sudah disasar sebagai target serangan.
"Serangan ke Anadolu Agency ini bukan serangan khusus ke Anadolu, tapi serangan ke media. Ini bukan serangan yang tidak disengaja, tapi disengaja," kata Pizaro kepada Republika.co.id di kantor pusat Aksi Cepat Tanggap (ACT), Jakarta Selatan, kemarin.
"Kantor Anadolu rata dengan tanah, tapi alhamdulillah seluruh staf kantor Anadolu berhasil dievakuasi. Mereka keluar kantor sesaat sebelum serangan," sambungnya.
Menurutnya, serangan dan intimidasi yang dilakukan Israel atas Anadolu bisa menjadi representasi kesewenangan entitas zionis itu.
Israel jelas telah mengancam kebebasan pers, meski dengan dalih menyerang balik para pejuang Hamas di Gaza.
Padahal, Hukum Humaniter Internasional telah menegaskan, setiap jurnalis yang bertugas di daerah konflik bersenjata mesti dianggap sebagai warga sipil yang lepas dari kubu-kubu pertempuran.
Karena itu, tidak boleh serangan militer menarget para pewarta, baik itu jurnalis independen maupun koresponden perang. Aturan yang sama juga melindungi para perawat, dokter di rumah sakit, dan relawan lembaga kemanusiaan.
Pizaro menilai, Israel tampaknya kurang menyukai produk berita-berita Anadolu. Kantor berita Turki ini, lanjut dia, termasuk di antara banyak media massa yang komitmen mengabarkan pelbagai peristiwa penting yang terjadi pada rakyat Palestina. Anadolu disebutnya termasuk lembaga pers yang kerap menyiarkan perjuangan bangsa Palestina melawan penindasan Israel.
Di lapangan, ungkap Pizaro, cukup sering para jurnalis Anadolu terkena peluru karet atau semprotan gas air mata yang dilancarkan aparat zionis. Sejauh ini, mereka banyak yang menjadi korban luka-luka, meski cukup beruntung lantaran belum ada yang kehilangan nyawa.