Rabu 08 May 2019 18:09 WIB

Iran Ancam Kembali Kembangkan Uranium

Iran keluar dari sebagian kesepakatan nuklir yang disepakati pada 2015.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nur Aini
Fasilitas nuklir Iran
Foto: telegraph.co.uk
Fasilitas nuklir Iran

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Iran Hassan Rouhani mengancam untuk melanjutkan pengembangan uranium tingkat tinggi jika kepentingan negaranya dalam kesepakatan nuklir dengan beberapa negara kekuatan dunia tidak dilindungi. Atas ancamannya itu, dia memberi waktu hingga 60 hari ke depan.

Hal itu disampaikan dalam pidato Rouhani melalui siaran televisi nasional pada Rabu (8/5) waktu setempat, dilansir dari kantor berita Turki, Anadolu Agency, Rabu (8/5).

Baca Juga

Tahun lalu, Presiden AS Donald Trump menarik negaranya dari perjanjian nuklir 2015 antara Iran dan kelompok lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB plus Jerman. Tak lama kemudian, Washington memberlakukan kembali sanksi ekonomi terhadap Iran dengan target sektor energi dan perbankan.

Pada saatnya Iran juga akan menyampaikan secara resmi kepada negara-negara yang masih tergabung dalam kesepakatan nuklir tersebut antara lain, Prancis, Inggris, Jerman, Cina, dan Rusia. Iran menegaskan mereka tidak sepenuhnya keluar dari perjanjian nuklir 2015.

Rentang waktu dua bulan yang diberikan oleh Iran tersebut agar Uni Eropa merampungkan tanggung jawab mereka sebelum Iran mengambil langkah selanjutnya.

Pada 22 April lalu, AS mengumumkan keputusan mengakhiri pengecualian sanksi bagi negara-negara yang membeli minyak Iran. Hal itu dilakukan sebagai bagian dari upaya AS menekan Iran secara maksimal dengan tujuan membuat pendapatan Iran dari minyak menurun sampai nol.

Pemerintah AS menyebutkan bahwa pengecualian sanksi itu akan berakhir pada 2 Mei mendatang. Tanggal berakhirnya ini tepat setahun setelah Presiden AS Donald Trump secara sepihak menarik diri dari kesepakatan nuklir.

Ada delapan negara pengimpor minyak Iran yang mendapat pengecualian sanksi selama ini. Delapan itu Turki, Cina, Yunani, India, Italia, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan. Turki mengecam langkah AS mengakhiri keringanan sementara ini karena membahayakan rakyat Iran dan justru menutup ruang perdamaian.

Iran pun akan segera mengambil langkah-langkah yang strategis. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Abbas Mousavi mengatakan bakal melakukan konsultasi dengan beberapa negara terkait keputusan AS tersebut.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement