REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden AS Donald Trump memerintahkan sanksi baru terhadap Iran, Rabu (8/5). Kali ini AS menargetkan pendapatan ekspor Republik Islam itu dari sektor logam industri, dan berjanji terus menekan Iran, kecuali jika secara fundamental mengubah kebijakannya.
Pengumuman itu dibuat pada hari peringatan penarikan unilateral Amerika Serikat (AS) dari kesepakatan penting 2015 antara Iran dan kekuatan dunia untuk mengekang program nuklirnya. Iran menarik diri dari sebagian perjanjian nuklir.
Ketegangan antara Washington dan Teheran sudah tinggi ketika pemerintahan Trump mengatakan akhir pekan lalu mengerahkan armada kapal induk dan pesawat-pesawat pengebom ke Timur Tengah. Pengerahan tersebut sebagai tanggapan atas apa yang dikatakannya sebagai indikasi dan peringatan yang mengganggu dari Iran.
Sebelum perintah eksekutif Trump terkait sanksi, seorang pejabat senior Gedung Putih mengatakan Washington akan memberlakukan lebih banyak pembatasan ekonomi di Teheran segera dan memperingatkan Eropa berhenti melakukan bisnis dengan Republik Islam itu. "Tindakan hari ini menargetkan pendapatan Iran dari ekspor logam industri -10 persen dari ekspornya - dan membuat negara-negara lain memperhatikan bahwa mengizinkan baja dan logam lain Iran ke pelabuhan Anda tidak akan lagi ditoleransi. Teheran dapat mengharapkan tindakan lebih lanjut kecuali secara fundamental mengubah perilakunya," kata Trump dalam sebuah pernyataan.
Pemerintahan Trump mengatakan kesepakatan nuklir, dinegosiasikan oleh pendahulunya Barack Obama, cacat karena tidak permanen. Trump mengatakan perjanjian itu tidak membahas program rudal balistik Iran dan tidak menghukumnya karena melancarkan perang proxy di negara-negara Timur Tengah lainnya.
Anggota parlemen Demokrat terkemuka seperti Chris Murphy, di subkomite Timur Tengah Senat mengatakan Iran menghentikan kepatuhan terhadap beberapa bagian dari kesepakatan itu adalah berita buruk. Dia menuduh pemerintah Trump membuat Amerika jauh lebih tidak aman melalui kebijakannya. Ketua DPR Nancy Pelosi meminta pengarahan tentang Iran untuk anggota-anggotanya.
Beberapa jam sebelum sanksi baru AS, Presiden Iran Hassan Rouhani mengumumkan Teheran mengurangi pembatasan untuk program nuklirnya dengan langkah-langkah yang untuk saat ini berhenti melanggar perjanjian 2015. Tapi Rouhani mengancam tindakan lebih lanjut jika negara-negara tidak melindunginya dari sanksi.
Teheran menghentikan kepatuhan dengan beberapa elemen dari perjanjian nuklir itu adalah pemerasan nuklir Eropa," kata Asisten khusus presiden AS dan Direktur Senior untuk Senjata Pemusnah Massal Tim Morrison dalam sebuah konferensi.
"Sekarang adalah waktunya bagi komunitas negara-negara mengutuk keras kesalahan nuklir Iran dan meningkatkan tekanan pada rezim untuk mematuhi tuntutan AS," kata Morrison.
Ia menambahkan Iran tidak selesai dengan sanksi terhadap Iran. Morrison mengatakan Amerika Serikat akan bergerak cepat terhadap segala upaya negara-negara Eropa untuk melemahkan tekanan sanksi Washington terhadap Iran. Dia menyarankan mereka agar tidak menggunakan apa yang disebut Kendaraan Tujuan Khusus (Special Purpose Vehicle) untuk memfasilitasi perdagangan non-dolar untuk menghindari sanksi AS.
"Jika Anda adalah bank, investor, perusahaan asuransi, atau bisnis lain di Eropa, Anda harus tahu bahwa terlibat dalam ... Kendaraan Tujuan Khusus adalah keputusan bisnis yang sangat buruk," kata Morrison.
Dipelopori oleh penasihat keamanan nasional John Bolton, pemerintahan Trump telah mengambil beberapa langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk menekan Iran seperti menuntut dunia menghentikan semua impor minyak Iran dan menunjuk elit Iran, Korps Penjaga Revolusioner sebagai organisasi teroris asing, yang telah Iran lemparkan sebagai provokasi Amerika.
"Kami telah membuat fokus isolasi diplomatik dan tekanan ekonomi kami serta kebijakan itu berhasil," Brian Hook, Utusan Khusus untuk Iran, mengatakan dalam briefing. Hook mengatakan bahwa lebih banyak negara sekarang, dibandingkan dengan tahun lalu, yang setuju dengan Amerika Serikat tentang Iran.
Sekutu-sekutu Eropa Washington menentang keputusan Trump untuk menarik diri dari kesepakatan nuklir dan sejauh ini gagal menemukan cara untuk mengurangi dampak ekonomi dari sanksi baru AS.