REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres berharap kesepakatan nuklir Iran dapat diselamatkan. Hal ini disampaikan Guterres melalui juru bicaranya, Farhan Haq, setelah Iran pada Rabu kemarin mengancam bakal meninggalkan perjanjian 2015 itu.
"Sekretaris Jenderal secara konsisten menegaskan Rencana Aksi Komprehensif Bersama merupakan pencapaian besar dalam nonproliferasi dan diplomasi nuklir dan telah berkontribusi pada perdamaian dan keamanan regional dan internasional," kata Farhan Haq dalam konferensi pers dilansir di Anadolu Agency, Kamis (9/5).
Perjanjian penting antara Iran dan kelompok negara-negara P5+1, yakni lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB plus Jerman, memberlakukan pembatasan ketat pada program nuklir Teheran dengan imbalan pencabutan sanksi-sanksi AS yang telah berlangsung lama.
"(Guterres) sangat berharap Rencana Aksi Komprehensif Bersama dapat terus berjalan," ujar Haq.
Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan Iran akan tetap melanjutkan pengembangan uranium tingkat tinggi sampai mendekati level senjata. Ini dilakukan jika kepentingan negaranya dalam perjanjian nuklir itu tidak dilindungi dalam 60 hari.
"Iran tidak terlibat dalam meningkatkan ketegangan, Iran tidak ingin bentrokan. Iran adalah negara yang telah membuktikan dalam beberapa tahun terakhir bahwa memecahkan masalah mendasar dunia melalui dialog itu memang memungkinkan," kata Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif.
Tahun lalu, Presiden AS Donald Trump menarik diri dari kesepakatan nuklir, dan yang terjadi selanjutnya adalah pemerintahan Trump memaksakan kembali sanksi ekonomi pada sektor energi dan perbankan Iran. Washington juga mengakhiri keringanan sanksi bagi negara-negara yang membeli minyak Iran.