REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI -- Sebanyak 443 orang dilaporkan tewas dan 2.110 lainnya luka-luka sejak Jenderal Libya Khalifa Haftar melancarkan serangan ke Ibu Kota Tripoli awal bulan lalu. Hal tersebut diungkap Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Dilaporkan laman Middle East Monitor, Kamis (9/5), WHO mengatakan hampir 60 ribu warga Libya juga terusir dari rumahnya akibat pertempuran. Mereka mengungsi dan hidup dengan mengandalkan bantuan kemanusiaan.
Wakil juru bicara PBB Farhan Haq mengungkapkan pihaknya juga mengkhawatirkan tentang meningkatnya penangkapakan atau penculikan penjabat, aktivis, dan jurnalis di Libya. Ia menyerukan agar mereka segera dibebaskan.
Pada awal April lalu, Jenderal Haftar meluncurkan kampanye: Flood of Dignity” di daerah-daerah barat negara tersebut, termasuk Tripoli. Langkah tersebut dikutuk komunitas internasional karena berisiko menjerumuskan Libya ke dalam perang saudara sekali lagi.
Haftar memang berambisi merebut kendari Tripoli dari Perdana Menteri Fayez al-Sarraj. Pemerintahan al-Sarraj mendapat dukungan dari PBB.
Libya telah dilanda krisis sejak 2011, yakni ketika pemberontakan yang didukung NATO melengserkan mantan presiden Muammar Qaddafi. Dia pun tewas setelah digulingkan.
Sejak saat itu, kekuasaan politik Libya terpecah dua. Basis pertama memusatkan diri di Libya timur, yang salah satu tokohnya adalah Khalifa Haftar. Sementara, basis yang didukung PBB berada di Tripoli.