REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Pemerintah Rusia mendesak komunitas internasional tetap dan terus melanjutkan perdagangan dengan Iran. Hal itu disampaikan setelah Amerika Serikat menjatuhkan sanksi baru terhadap Teheran.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis di situs resmi Kementerian Luar Negeri Rusia, seperti dikutip Anadolu Agency, Kamis (9/5), Rusia mengecam keputusan AS menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran atau dikenal dengan Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Ia pun mengecam taktik tekanan AS terhadap negara-negara lain untuk menghentikan perdagangan dengan Iran.
Kementerian Luar Negeri Rusia menekankan Iran telah dengan cermat melaksanakan kewajibannya yang diatur dalam JCPOA. Keputusan negara tersebut untuk menangguhkan sebagian keterikatannya dalam kesepakatan tersebut adalah pendirian terakhir.
Rusia meminta semua peserta kesepakatan, termasuk Iran, menahan diri dari tindakan lebih lanjut. Sebab hal itu dapat mengancam eksistensi JCPOA.
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, Rabu (8/5), memerintahkan penerapan sanksi baru terhadap Iran. Sanksi kali ini membidik sektor industri logam Teheran.
“Tindakan hari ini menargetkan pendapatan Iran dari ekspor logam industri, 10 persen dari ekonomi ekspornya, dan membuat negara-negara lain memperhatikan mengizinkan baja Iran serta logam lain ke pelabuhan Anda tidak akan ditoleransi lagi,” kata Trump dalam sebuah pernyataan. Sanksi tersebut mencakup produk besi, baja, aluminium, dan tembaga.
Dia mendesak Iran segera mengubah kebijakannya, terutama terkait program rudal dan nuklirnya. “Teheran dapat mengharapkan tindakan lebih lanjut kecuali secara fundamental mengubah perilakunya,” ujarnya.
Presiden Iran Hassan Rouhani telah mengancam akan memperkaya cadangan uraniumnya hingga mendekat ke tingkat senjata dalam 60 hari. Hal itu dilakukan jika negara kekuatan dunia gagal menegosiasikan persyaratan baru untuk JCPOA yang tercapai pada 2015.
“Kami merasa kesepakatan nuklir perlu dioperasi dan pil penawar rasa sakit tahun lalu tidak efektif. Operasi ini untuk menyelamatkan kesepakatan, bukan menghancurkannya,” kata Rouhani.
JCPOA disepakati pada Oktober 2015. Kesepatan tersebut dicapai melalui negosiasi yang panjang dan alot antara Iran dengan AS, Cina, Rusia, Jerman, Prancis, Inggris, dan Uni Eropa. Inti dari JCPOA adalah memastikan bahwa penggunaan nuklir Iran terbatas untuk kepentingan sipil, bukan militer. Sebagai imbalannya, sanksi ekonomi Iran akan dicabut.
Pada Mei tahun lalu, Trump memutuskan menarik negaranya dari JCPOA. Dia mengaku tak puas atas poin-poin yang termaktub dalam kesepakatan tersebut. Trump menyebut JCPOA cacat karena tak mengatur tentang program rudal balistik Iran, kegitannya nuklirnya selepas 2025, dan perannya dalam konflik Yaman serta Suriah.