Ahad 12 May 2019 15:17 WIB

Rouhani Serukan Persatuan di Tengah Kesulitan Ekonomi

Rohani mengatakan tekanan sanksi AS adalah belum pernah terjadi sebelumnya.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Ani Nursalikah
Presiden Iran Hassan Rouhani dan Presiden AS Donald Trump
Foto: NBC News
Presiden Iran Hassan Rouhani dan Presiden AS Donald Trump

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Presiden Iran Hassan Rohani menyerukan persatuan antara faksi-faksi politik di negara itu untuk menghadapi meningkatnya kesulitan ekonomi di tengah sanksi yang diberlakukan AS. Dilaporkan kantor berita IRNA, Rohani mengatakan, tekanan oleh musuh adalah perang yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Revolusi Islam di Iran.

Rouhani mengatakan tidak dapat dikatakan apakah kondisinya lebih baik atau lebih buruk daripada periode perang (1980-1988). Menurutnya, selama perang tersebut Iran tidak memiliki masalah dengan bank, penjualan minyak, atau impor dan ekspor. Dia menambahkan hanya ada sanksi pembelian senjata.

Baca Juga

"Tetapi saya tidak putus asa dan memiliki harapan besar untuk masa depan, dan percaya kita dapat melewati kondisi sulit ini asalkan kita bersatu," ujar Rouhani yang berbicara kepada aktivis dari berbagai kelompok kepentingan.

Dia mengatakan sanksi atas hubungan perbankan telah merenggut korban tambahan pada transaksi keuangan Iran. Masalah itu juga akan mempengaruhi industri baja, pertanian, minyak, dan petrokimia.

Krisis ekonomi Iran memburuk selama setahun terakhir. Sebagian disebabkan oleh penerapan kembali sanksi AS setelah AS menarik diri dari perjanjian nuklir 2015 antara Iran dan kekuatan dunia. Sanksi terhadap ekspor minyak dan logam Iran dirancang untuk meningkatkan tekanan.

Di tengah tingkat inflasi yang tinggi dan meroketnya biaya hidup, para pekerja di sektor swasta dan publik melakukan aksi mogok untuk memprotes kondisi kerja yang buruk dan tidak dibayarnya upah. Rouhani menghadapi kritik dari kelompok garis keras Iran. Dia juga telah ditinggalkan oleh beberapa sekutu moderatnya.

AS memperkuat kehadiran militernya di Teluk Persia dan Timur Tengah untuk melawan ancaman yang berkembang dari Iran. Pada 10 Mei, Pentagon mengatakan kapal serbu amfibi USS Arlington akan bergabung dengan USS Abraham Lincoln Carrier Strike Group dan satu gugus tugas pengebom B-52 yang telah menuju Teluk Persia. Kapal-kapal tersebut dikerahkan setelah ada laporan intelijen AS yang menyatakan Iran merencanakan serangan di wilayah itu.

Penasihat keamanan nasional Trump, John Bolton, pada 5 Mei mengatakan kapal induk dikerahkan atas indikasi dan peringatan yang mengganggu dan meluas. Bolton dan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo telah memperingatkan Iran mereka akan menghadapi kekuatan yang tak henti-hentinya jika Iran menyerang kepentingan AS atau sekutunya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement