REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Wakil Menteri Luar Negeri Iran untuk Urusan Politik Abbas Araqchi menolak menghubungi Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Menurut dia, menghubungi Trump via telepon tak menyelesaikan masalah dalam hubungan antara kedua negara.
Dilaporkan laman Asharq Al-Awsat, Ahad (12/5), The Young Journalist Club mengutip pernyataan Araqchi, mengatakan, AS memiliki informasi kontak para pemimpin Iran jika diperlukan. Menurut CNN, mengutip beberapa sumber diplomatik, melaporkan Gedung Putih telah menghubungi Kedutaan Besar Swiss di Iran. Ia diminta memberikan nomor telepon Trump kepada pejabat Iran jika mereka memutuskan untuk menghubunginya.
Kedutaan Besar Swiss di Iran diketahui menangani kepentingan diplomatik AS setelah hubungan Iran-AS terputus menyusul peristiwa penerobosan kedutaan besar AS di negara tersebut dalam revolusi 1979. Ratusan staf diplomatik AS pun sempat disandera.
Pada Kamis lalu, Trump telah mengatakan dia terbuka untuk berbicara dengan para pemimpin Teheran. Jika Iran belum dapat mengagendakan pertemuan, Trump pun bersedia berbicara via telepon.
“Saya ingin mereka menelepon saya,” ujarnya.
Hubungan AS dengan Iran kian memanas. Hal itu dipicu dengan keputusan AS mengerahkan kapal induk USS Abraham Lincoln dan pesawat bomber B-52 ke kawasan Teluk.
Presiden AS, Donald Trump.
Pengerahan kekuatan militer itu diperkirakan bertujuan menekan Iran agar bersedia merundingkan program nuklirnya. Namun, para pejabat Iran enggan tunduk pada tekanan AS.
Kepala Biro Politik Garda Revolusi Iran Yadollah Javani menuding AS telah menyebar ancaman dengan mengerahkan kapal induk ke Teluk. Oleh sebab itu, negaranya telah mengesampingkan opsi negosiasi dengan AS.
"Tidak ada pembicaraan yang akan dilakukan dengan Amerika, dan Amerika tidak akan berani mengambil tindakan militer terhadap kami," ujar Javani.
Pada Mei tahun lalu Trump memutuskan menarik AS dari kesepakatan nuklir Iran. Menurut dia kesepakatan tersebut cacat karena tak mengatur tentang program rudal balistik Iran, kegiatan nuklirnya selepas 2025, dan perannya dalam konflik Yaman serta Suriah.
Setelah menarik AS, Trump pun menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Teheran. Sanksi itu membidik sektor energi, otomotif, dan keuangan Iran.