REPUBLIKA.CO.ID,LONDON -- Pemimpin oposisi Inggris Jeremy Corbyn mengatakan akan menolak rencana perdamaian Timur Tengah termasuk konflik Israel-Palestina. Hal itu dilakukan jika rencana perdamaian yang digagas pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump itu tak ada aspek keadilan di dalamnya.
“Jika rencana (perdamaian) Timur Tengah Presiden Trump, seperti yang diharapkan, merupakan upaya untuk mengubur hak Palestina atas negara yang layak bersama Israel, kami akan meminta pemerintah kami dan masyarakat internasional untuk menolaknya secara tegas,” ujar Corbyn pada Ahad (12/5), dikutip laman Al Araby.
Menurut dia, pemenuhan hak rakyat Palestina adalah hal yang vital. “Tidak ada rencana perdamaian yang dapat berhasil dengan mengorbankan hak-hak rakyat Palestina,” ucapnya.
Corbyn menegaskan dukungannya terhadap Palestina. Dia pun berjanji jika partainya, yakni Labour Party, terpilih menjadi pemerintah, ia akan mengakui Palestina sebagai negara merdeka.
AS dilaporkan akan merilis rencana perdamaian Timur Tengah atau dikenal dengan istilah Deal of the Century seusai Ramadhan. Komunitas internasional, termasuk Palestina, tengah menanti hal tersebut.
Namun telah muncul dugaan bahwa rencana perdamaian AS tak mencantumkan kemerdekaan Palestina. Hal itu diperkuat dengan laporan the Washington Post bulan lalu. Beberapa pejabat AS yang dikutip Washington Post mengatakan bahwa dalam rencana perdamaiannya, pemerintahan Trump hanya akan mencantumkan tentang perbaikan kondisi hidup rakyat Palestina.
Sebagai pengganti kemerdekaan, AS disebut akan melakukan investasi dan sumbangan senilai puluhan miliar dolar untuk Tepi Barat dan Jalur Gaza. Beberapa negara Arab, seperti Mesir dan Yordania, juga akan menikmati aliran dana dari Washington.
Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki mengatakan tak akan menerima rencana perdamaian AS kecuali hal itu telah memenuhi atau mengakomodasi tuntutan negaranya. Dalam hal ini yakni pengakuan Palestina sebagai negara merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
“Mereka (Gedung Putih) tidak akan menemukan satu pun orang Palestina yang akan mengatakan “ya” untuk kesepakatan di luar parameter itu,” kata al-Maliki dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Asharq Al-Awsat, Jumat (10/5).
Menanggapi dugaan bahwa AS hendak memberikan bantuan ekonomi sebagai pengganti solusi dua negara, al-Maliki menegaskan Palestina tak membutuhkan satu sen pun bantuan internasional.
“Ketika Palestina diakui sebagai negara berdaulat, kapasitas nasionalnya sendiri akan memungkinkannya untuk berkembang dengan ekonomi maju. Ini adalah masalah prinsip dan hak Palestina untuk berperang melawan penindasan, bukan uang!” kata al-Maliki. (Kamran Dikarma)