REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, menggelar acara buka puasa bersama di Gedung Putih pada Senin (13/5) waktu setempat. Acara tersebut dihadiri para duta besar dan diplomat dari negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim.
Dilansir dari Voice of America pada Selasa (14/5), Trump menyoroti Ramadhan sebagai waktunya untuk beramal, memberi dan melayani sesama warga negara. Ramadhan juga menjadikan momen untuk lebih dekat sebagai keluarga dan komunitas.
Trump juga menyinggung tentang aksi teror yang menargetkan rumah ibadah antara lain penembakan brutal di dua masjid di Selandia Baru dan pemboman gereja di Sri Lanka. Dia kembali mengutarakan kecamannya terhadap kejadian tersebut.
''Kami memutuskan untuk mengalahkan kejahatan terorisme dan penganiayaan agama, sehingga semua orang dapat beribadah tanpa rasa takut, berdoa tanpa bahaya, dan hidup dengan iman yang mengalir dari hati mereka,'' ujar Trump.
Dia menyerukan doa untuk masa depan yang harmonis dan damai. Trump menilai Ramadan memang menjadi bulan spesial.
''Ramadan adalah bulan suci bagi umat Islam, di Amerika dan seluruh dunia,” kata Trump seperti dilaporkan laman Anadolu Agency. ''Ramadan adalah saat ketika orang-orang bergabung untuk mengejar harapan, toleransi, dan perdamaian.''
Trump menjadi tuan rumah makan malam berbuka puasa tahun lalu, tetapi tidak melakukannya selama tahun pertamanya di kantor. Ini melanggar tradisi yang dimulai oleh pemerintahan Clinton dan dipertahankan melalui pemerintahan Bush dan Obama.
Selama kampanye 2016, Trump menyerukan larangan total pada semua Muslim yang memasuki AS. Ia juga telah menandatangani beberapa perintah eksekutif yang membatasi imigrasi dari negara-negara mayoritas Muslim.