REPUBLIKA.CO.ID, MEXICO CITY -- Amnesty International meminta Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC) menyelidiki dugaan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh pemerintahan Presiden Venezuela Nicolas Maduro, terutama setelah gelombang protes yang diwarnai dengan kekerasan pada Januari lalu. Dalam sebuah laporan yang dipresentasikan di Mexikc City, kelompok tersebut menyatakan telah menemukan bukti eksekusi di luar pengadilan, penahanan sewenang-wenang, serta kematian dan cedera akibat kekerasan oleh pemerintahan Maduro.
"Seperti yang telah kami katakan selama bertahun-tahun, di Venezuela ada kebijakan represi sistematis terhadap oposisi," ujar Direktur Amnesti International, Erika Guevera kepada wartawan, Rabu (15/5).
Menurut laporan Amnesty International, protes di Venezuela yang terjadi pada Januari lalu telah menewaskan setidaknya 47 orang. Sementara, lebih dari 900 orang ditahan secara sewenang-wenang, termasuk 770 orang ditahan dalam satu hari.
Tim Amnesty International mengunjungi Venezuela pada 31 Januari dan 17 Februari untuk mendokumentasikan enam eksekusi di luar pengadilan, tiga kasus kekerasan, dan enam penahanan secara sewenang-wenang. Kasus-kasus tersebut mewakili pola yang lebih luas dari kemungkinan pelanggaran HAM yang terjadi pada Januari 2019. Enam eksekusi di luar proses hukum memiliki banyak kesamaan, yakni semua korban adalah laki-laki muda yang ditembak di dada saat dalam tahanan dan beberapa orang lainnya disiksa.
"Dalam semua enam kasus, TKP dirusak untuk menutupi fakta, seperti tubuh para korban," tulis Amnesty International dalam laporannya.
Penyelidik juga menemukan keluarga para korban menerima informasi yang sangat minim tentang penyelidikan pemerintah terhadap tindakan kekerasan. Dalam laporannya Amnesty menyebutkan, pada Januari 2019 berbagai aksi kekerasan dilakukan secara konsisten di semua negara bagian dengan tingkat koordinasi yang tinggi antara pasukan keamanan di tingkat nasional dan negara.
"Pihak berwenang sampai ke tingkat tertinggi, termasuk Nicolas Maduro, paling tidak membiarkan serangan seperti itu," ujar laporan tersebut.
Venezuela mengalami krisis politik dan ekonomi yang semakin buruk sejak Januari, ketika pemimpin oposisi Juan Guaido menyatakan dirinya sebagai presiden sementara. Guaido telah diakui sebagai pemimpin sah Venezuela oleh sekitar 50 negara termasuk Amerika Serikat dan sebagian besar Amerika Latin. Mereka meminta Maduro mengundurkan diri.