REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Taiwan resmi jadi tempat pertama di Asia yang melegalkan pernikahan sesama jenis, Jumat (17/5). Keputusan itu disambut ribuan demonstran di luar Parlemen setempat yang bersorak dan melambaikan bendera pelangi, meski ada perpecahan mendalam tentang kesetaraan pernikahan.
Poin utama
• Masih belum jelas apakah pasangan sesama jenis berhak atas hak-hak penting seperti mengadopsi.
• Langkah ini bisa berimplikasi pada pencalonan Presiden Taiwan untuk masa jabatan kedua.
Anggota Parlemen dari mayoritas Partai Progresif Demokratik (DPP) mendukung RUU yang lolos dengan hasil voting 66-27 itu. Namun, langkah tersebut bisa mempersulit upaya Presiden Tsai Ing-wen memenangi masa jabatan kedua dalam pemilihan presiden tahun depan.
Meski hujan deras, beberapa demonstran di luar Parlemen ibu kota Taipei itu terlihat haru menyambut keputusan tersebut, sementara yang lain memuji pemungutan suara itu dengan teriakan "pertama di Asia" dan "Kabar baik, Taiwan".
RUU, yang menawarkan perlindungan hukum serupa dengan pasangan heteroseksual kepada pasangan sesama jenis, itu akan berlaku setelah Tsai menandatanganinya menjadi undang-undang. "Hari ini, kita memiliki kesempatan untuk membuat sejarah dan menunjukkan kepada dunia nilai-nilai progresif bisa berakar dalam masyarakat Asia Timur," tulis Tsai di Twitter sebelum pemungutan suara berlangsung.
"Hari ini, kami bisa menunjukkan kepada dunia #LoveWins (cintalah yang menang)," ujar Tsai, yang berkampanye tentang janji kesetaraan pernikahan dalam Pemilihan Presiden 2016.
Meski demikian, belum jelas apakah pasangan sesama jenis berhak atas hak-hak penting lainnya, seperti adopsi dan pernikahan lintas-bangsa. Parlemen terus membahas langkah ini pada Jumat (17/5).
Pemungutan suara itu menyusul pergumulan selama bertahun-tahun tentang kesetaraan pernikahan yang memuncak dalam deklarasi 2017 oleh pengadilan konstitusional Taiwan. Pengadilan memberikan hak kepada pasangan sesama jenis untuk menikah dan menetapkan batas waktu 24 Mei bagi undang-undang. Parade kebanggaan gay yang penuh warna di Taipei, salah satu yang terbesar di Asia, setiap tahun memamerkan semangat komunitas lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen di Taipei, Taiwan.
Pelegalan pernikahan sesama jenis bisa menimbulkan tantangan terhadap upaya Tsai untuk memenangi masa jabatan kedua dalam Pemilihan Presiden bulan Januari, setelah kekalahan jajak pendapat tahun lalu yang dialami partai DPP-nya sebagian disalahkan ke kritik terhadap agenda reformasinya, termasuk kesetaraan pernikahan.
Akhir tahun lalu, pemilih Taiwan menentang pernikahan sesama jenis dalam serangkaian referendum, mendefinisikan pernikahan sebagai penyatuan antara laki-laki dan perempuan, sambil mencari hukum khusus untuk penyatuan tersebut. "Bagaimana kita bisa mengabaikan hasil referendum, yang menunjukkan kehendak rakyat?" tanya John Wu, seorang legislator dari partai oposisi Kuomintang, ketika ditanya Parlemen sebelum pemungutan suara.
"Bisakah kita menemukan solusi kompromi yang tepat? Kita perlu lebih banyak dialog di masyarakat."
Kelompok konservatif yang menentang pernikahan sesama jenis mengatakan undang-undang tersebut tidak menghargai kehendak rakyat. "Kehendak sekitar tujuh juta orang dalam referendum telah diinjak-injak," kata kelompok Koalisi untuk Kebahagiaan Generasi Kita Selanjutnya dalam sebuah pernyataan.
"Publik besar-besaran akan berunjuk rasa pada 2020," katanya.
Perkawinan sesama jenis tidak diakui di Hong Kong dan Cina daratan, yang menganggap Taiwan sebagai provinsi yang bisa direbut kembali ke pangkuan dengan kekerasan jika perlu. Meskipun diklaim Cina sebagai wilayahnya sendiri, Taiwan adalah negara demokrasi mandiri dengan masyarakat sipil yang dinamis.