REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia mengaku tak dapat memprediksi hubungan bilateralnya dengan Amerika Serikat (AS) dalam beberapa tahun mendatang. Hal itu disebabkan posisi AS yang sering berubah dalam banyak isu.
“Memang posisi (Presiden AS Donald) Trump dan \AS dalam banyak isu mengalami perubahan cepat, itu sebabnya di sini beberapa klarifikasi utuh harus dilakukan terlebih dahulu. Sulit siapa pun akan memiliki keberanian untuk membuat perkiraan mengenai masa depan hubungan bilateral kami untuk dua tahun ke depan,” ujar juru bicara Kremlin Dmitry Peskov pada Ahad (19/5), dilaporkan laman kantor berita Rusia, TASS.
Peskov tak menampik Trump telah berulang kali mengutarakan keinginannya memperbaiki hubungan bilateral antara AS dan Rusia, termasuk dengan Presiden Vladimir Putin. Namun belum ada inisiatif dari Pemerintah AS memfasilitasi pertemuan antara Trump dan Putin.
“Di Argentina (saat perhelatan G-20), pertemuan yang telah disepakati dibatalkan (oleh AS) dengan pemberitahuan kurang dari 24 jam. Karena itu, tentu saja, inisiatif pertemuan baru harus datang dari AS,” kata Peskov.
Sebelumnya, Putin mengatakan Rusia siap berdialog dengan AS. Dia juga mengungkapkan keinginannya bertemu Trump. Putin meyakini KTT G-20 di Osaka, Jepang, pada Juni mendatang merupakan momen yang pas untuk melangsungkan pertemuan tersebut.
Hubungan antara AS dan Rusia kerap mengalami pasang-surut. Kedua negara diketahui kerap berseberangan dalam banyak isu, baik regional maupun global. Krisis politik Venezuela dan Suriah adalah contoh isu di mana posisi kedua negara saling berlawanan.
AS dan Rusia juga sempat bersitegang karena perjanjian Intermediate-range Nuclear Forces (INF). Kedua negara diketahui telah sama-sama menangguhkan keterikatannya dalam perjanjian itu. Namun AS, berdasarkan instruksi Trump, menjadi pihak pertama yang hengkang dari INF.
Trump menuding Rusia telah sering melanggar perjanjian tersebut. Namun Moskow menyangkal tuduhan itu dan akhirnya memutuskan untuk turut menangguhkan keterikatannya dalam INF.
INF ditandatangani AS dan Rusia pada 1987. Perjanjian itu melarang kedua negara memiliki serta memproduksi rudal nuklir dengan daya jangkau 500-5.500 kilometer.
Penangguhan keterikatan kedua negara dalam INF telah memicu kekhawatiran, khususnya dari Eropa. Sebab INF sudah dianggap sebagai fondasi keamanan Benua Biru. Ditangguhkannya INF juga menimbulkan kecemasan tentang potensi munculnya perlombaan senjata baru seperti era Perang Dingin.