REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- PBB mendesak Amerika Serikat (AS) dan Iran meredakan ketegangan. PBB mengaku prihatin dengan meningkatnya retorika serta ancaman dari pemimpin kedua negara tersebut.
Juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan, kawasan Teluk sangat fluktuatif. “Setiap perkembangan, apakah itu tindakan di lapangan, apakah itu retorika, mereka selalu bisa disalahartikan dan hanya dapat meningkatkan risiko wilayah yang mudah berubah menjadi lebih tidak stabil,” ujarnya pada Senin (20/5), dikutip laman Anadolu Agency.
Dia meminta kedua belah pihak melakukan pendekatan yang lebih tenang. Desakan Dujarric muncul setelah Presiden AS Donald Trump melayangkan ancaman terhadap Iran.
Trump mengatakan, jika Iran menghendaki konflik, itu akan menjadi akhir bagi negara tersebut. “Jangan pernah ancam AS lagi,” kata dia melalui akun Twitter pribadinya pada Ahad lalu.
Trump pun membantah AS sedang berusaha melakukan negosiasi dengan Iran. “Iran akan menghubungi kami jika dan saat mereka siap. Sementara itu, ekonomi mereka terus runtuh, sangat menyedihkan bagi rakyat Iran,” ucapnya.
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif pun telah merespons ancaman Trump. Dia mengatakan negaranya telah berdiri selama ribuan tahun dan berhasil mengusir pihak-pihak yang menyerangnya. “Jangan pernah ancam Iran. Coba untuk menghormati, itu berhasil!” kata dia melalui akun Twitter pribadinya.
Sebelumnya Komandan Korps Garda Revolusi Iran Mayor Jenderal Hossein Salami mengatakan negaranya siap menghadapi segala ancaman yang ditujukan padanya. “Iran tak mencari perang, tapi siap menghadapi segala kemungkinan ancaman,” ujar Salami saat berbicara di sebuah upacara yang dihadiri pejabat senior Garda Revolusi Iran di Teheran.
Washington diketahui sedang memaksa Iran merundingkan kembali kesepakatan nuklir yang tercapai pada 2015. Iran telah menyatakan tak akan bernegosiasi dengan AS. Alih-alih manut kepada desakan AS, Iran justru menangguhkan sebagian keterikatannya dalam kesepakatan nuklir. Ia mengklaim tak lagi memiliki batasan untuk melakukan pengayaan uranium.
Langkah itu diambil setelah AS mengerahkan kapal induk dan pesawat bomber ke Teluk Persia. Hadirnya armada militer AS di sana telah memanaskan situasi di Teluk. (Kamran Dikarma)