REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS -- Majelis Konstituante Venezuela, yang terdiri atas pendukung Presiden Nicolas Maduro, mengumumkan telah memperpanjang mandatnya hingga akhir 2020, Senin (20/5) atau memperpanjang 18 bulan.
"Majelis Konstituante adalah jaminan terbesar stabilitas politik," kata Maduro Senin malam (20/5), dilansir Channel News Asia, Selasa (21/5).
Maduro menggalang ribuan pendukung di Caracas untuk memperingati ulang tahun pemilihan kontroversialnya pada Mei 2018. Sebelumnya, jajak pendapat secara luas dikecam karena dinilai penuh kecurangan.
Langkah itu terjadi setahun setelah pemilihan umum yang dimenangkan Maduro ditentang pemimpin oposisi Juan Guaido. Sebelumnya, Juan Guaido menyatakan dirinya sebagai presiden sementara, dan didukung oleh lebih dari 50 negara termasuk Amerika Serikat (AS).
Dalam sebuah dekrit yang disetujui dengan suara bulat dan yang berlaku segera, Majelis Konstituante memperpanjang fungsinya setidaknya hingga 31 Desember 2020. Badan pro-Maduro menggantikan Majelis Nasional Venezuela, yang dipimpin oleh Guaido.
Majelis Konstituante semula didirikan oleh Maduro untuk membuat konstitusi baru, dan memberi dirinya kekuatan absolut setelah pembentukannya pada Agustus 2017. Namun, majelis tersebut tidak pernah mempresentasikan proyek yang terkait dengan konstitusi.
Sementara, Maduro telah memimpin negara yang ekonomi negara yang kaya minyak itu terguncang. Goncangan ekonomi menyebabkan kekurangan makanan pokok dan obat-obatan, serta menyebabkan jutaan rakyat Venezuela mengungsi.
Pendukung membawa spanduk "March for Victory" turun ke jalan-jalan di ibu kota Venezuela. Banyak yang mengibarkan bendera partai sosialis yang berkuasa, dan mengenakan kaus merah saat mereka berbaris ke istana presiden Miraflores.
Beberapa membawa spanduk bertuliskan "Trump, akhiri blokade di Venezuela", merujuk sanksi AS yang melumpuhkan rezim Maduro.
"Kami merayakan ulang tahun pertama kemenangan rakyat pada 20 Mei, hari di mana Venezuela memutuskan mendukung perdamaian, demokrasi dan kebebasan," tulis Maduro di Twitter.
Hal itu berlangsung tepat satu tahun setelah Maduro terpilih kembali dengan 68 persen suara, dalam pemilihan yang diboikot oleh oposisi.
"Ini adalah pertempuran, perang. Mereka tidak membiarkannya memerintah," kata salah satu pendukung Maduro, Hector Aular (62 tahun) yang menggambarkan kesulitan di tahun pertama pemerintahan baru.