Rabu 22 May 2019 12:58 WIB

Bahrain Dukung Pembentukan Negara Palestina

Bahrain mendukung sepenuhnya perjuangan Otoritas Palestina.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Ilustrasi Bendera Israel dan Palestina
Ilustrasi Bendera Israel dan Palestina

REPUBLIKA.CO.ID, MANAMA -- Menteri Luar Negeri Bahrain Khaled bin Ahmed Al Khalifa menegaskan dukungannya terhadap pembentukan negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. Pernyataannya muncul saat Amerika Serikat (AS) berencana menggelar konferensi ekonomi di negaranya dan mengungkap bagian pertama dari rencana perdamaian Timur Tengah, termasuk dalam konflik Israel-Palestina.

Al Khalifa mengatakan Bahrain mendukung sepenuhnya perjuangan Otoritas Palestina. “Kami tak memiliki apa-apa selain penghargaan dan rasa hormat terbaik untuk kepemimpinan Palestina dan posisi tegasnya untuk memastikan hak-hak rakyat Palestina,” kata dia melalui akun Twitter pribadinya pada Selasa (21/5).

Baca Juga

Dia pun menjelaskan tentang konferensi ekonomi bertajuk “Peace for Prosperity” yang hendak digelar AS di negaranya pada 25-26 Juni mendatang. Al Khalifa mengatakan dalam konferensi itu perwakilan pemerintah sejumlah negara, masyarakat sipil, serta para pemimpin bisnis dari seluruh kawasan Teluk dan dunia akan dipertemukan. “Konferensi ini akan membahas kebutuhan ekonomi dan investasi rakyat Palestina, mendukung pengembangan kawasan itu secara umum,” ucapnya.

Al Khalifa mengklaim konferensi tersebut tak memiliki tujuan lain selain mendukung perekonomian Palestina. Terkait hal itu, Al Khalifa menegaskan komitmen Bahrain kepada rakyat Palestina yang memiliki tempat khusus di hati semua warganya.

Bagian pertama dari rencana perdamaian Timur Tengah, termasuk dalam konflik Israel-Palestina, hendak dirilis AS pada konferensi Peace for Prosperity di Bahrain. Terkait Israel-Palestina, Washington disebut akan mendorong solusi ekonomi, yakni dengan mendorong investasi di Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh telah mengatakan hanya solusi politik yang dapat menjamin berakhirnya konflik Arab-Israel yang telah berlangsung selama beberapa dekade terakhir.Palestina, kata dia, tak akan menerima solusi ekonomi. “Masalah ekonomi harus menjadi hasil dari solusi politik karena rakyat dan kepemimpinan Palestina tidak hanya mencari peningkatan taraf hidup di bawah pendudukan (Israel)," ujarnya pada Senin (20/5), dilaporkan kantor berita Palestina, WAFA.

“Setiap solusi politik untuk konflik di Palestina hanya akan datang melalui solusi politik yang bertujuan mengakhiri pendudukan dan realisasi hak-hak Palestina di negara yang independen, berdaulat, dan layak di perbatasan 1967, dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya dan hak kembalinya pengungsi berdasarkan resolusi PBB serta hukum internasional,” kata Shtayyeh. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement