Kamis 23 May 2019 04:15 WIB

Iran: AS Memainkan Permainan yang Sangat Berbahaya

mengkritik langkah AS mengerahkan kapal induk dan pesawat pengebom ke Timteng.

Rep: Lintar Satria/ Red: Ani Nursalikah
Mohammad Javad Zarif.
Foto: News
Mohammad Javad Zarif.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif memperingatkan Amerika Serikat (AS) yang menurutnya sedang 'memainkan permainan berbahaya'. Sejak bulan lalu AS mengirimkan aset militernya ke kawasan teluk. Langkah yang memicu memanasnya hubungan mereka dengan Iran.

Zarif mengkritik langkah AS mengerahkan kapal induk dan pesawat bomber ke Timur Tengah. AS beralasan pengerahan kekuatan militer itu untuk merespon ancaman Iran yang tidak mereka jelas. Zarif mengatakan mengerahkan aset militer di area kecil cenderung rentan terhadap insiden.

Baca Juga

"Dibutuhkan kehati-hatian tingkat tinggi dan Amerika Serikat memainkan permainan yang sangat, sangat berbahaya," kata Zarif kepada stasiun televisi CNN, seperti dikutip di Aljazirah, Rabu (22/5).

Ketegangan antara Teheran dan Washington mencapai puncaknya pada bulan ini. Satu tahun setelah Presiden AS Donald Trump menarik negaranya dari perjanjian nuklir 2015 yang ditanda tangani dengan Iran dan kekuatan besar dunia lainnya.

Dibawah kesepakatan Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) atau yang dikenal kesepakatan nuklir 2015 Iran sepakat untuk membatasi program nuklir mereka. Sebagai gantinya sanksi ekonomi terhadap mereka dicabut.

Sejak menarik diri dari kesepakatan nuklir 2015 pemerintahan Trump menggelar kampanye 'tekanan maksimal' terhadap Teheran. Langkah yang membuat AS dianggap sebagai aktor perusak stabilitas Timur Tengah. 

Zarif mengatakan Teheran sudah bertindak dengan itikad baik. Ia menuduh AS menerapkan 'perang ekonomi' dengan memberlakukan kembali sanksi ekonomi dan memotong ekspor minyak Iran sampai ketitik nol.

"Iran tidak pernah bernegosiasi dengan pemaksaan, Anda tidak bisa mengancam rakyat Iran dan berharap mereka untuk terlibat, caranya dengan sikap menghormati, bukan dengan mengancam," kata Zarif.

Ia menambahkan akan ada 'konsekuensi menyakitkan' jika ketegangan yang terjadi saat ini semakin memanas. Dalam pidatonya di televisi Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan setiap kali pemerintah AS mengancam Iran baik dengan tekanan internasional maupun domestik artinya 'mereka akan menyesal dalam waktu kurang dari dua jam'.

"Mereka yang memiliki tanggung jawab dunia di pundak telah memberitahu Gedung Putih ini cara yang sangat berbahaya untuk dikatakan, dan tekanan Pentagon membuat presiden meminta maaf dan mengatakan tidak bermaksud untuk memulai perang atau serangan," kata Rouhani.

Di saat AS dan Iran saling melemparkan retorika keras, Perdana Menteri Irak Adel Abdul Mahdi mengumumkan Baghdad akan mengirimkan utusan ke Washington dan Teheran untuk meminta keduanya 'menghentikan ketegangan'. Sebab perang kata yang sedang berlangsung dapat meletus menjadi perang militer.

Abdul Mahdi juga mengatakan tidak ada satu pun kelompok di Irak yang ingin perang terjadi. Pernyataan ini ia katakan dua hari setelah sebuah roket meledak di dekat Kedutaan Besar AS di Baghdad.

Pekan lalu AS sudah memerintahkan penarikan pegawai kedutaan non-esesial dari Irak. Mereka mengatakan penarikan itu dilakukan karena ada ancaman dari Iran. Tapi lagi-lagi mereka tidak menjelaskan ancaman seperti apa yang Iran berikan.

AS juga memasukan Garda Revolusi Iran kedalam kelompok teroris. Pasukan elit Iran itu memang memiliki hubungan dengan sejumlah kelompok bersenjata yang beroperasi di Irak. Iran membalasnya dengan memasukan Komando Pusat Militer AS kedalam daftar kategori yang sama.

Pada Selasa (21/5) Pelaksana Tugas Menteri Pertahanan AS Patrick Shanahan mengatakan di saat ancaman dari Iran di kawasan masih tinggi potensi serangan ke AS telah 'dibendung'. "Saya katakan kami sedang dimasa di mana ancaman tetap tinggi dan pekerjaan kami memastikan tidak ada kesalahan perhitungan dari Iran," kata Shanahan di Pentagon. 

Sebelumnya Trump juga sudah memperingatkan Iran 'untuk tidak pernah lagi mengancam AS'. "Jika Iran ingin berperang, maka Iran akan resmi berakhir," katanya.

Presiden AS ke-45 itu tidak menjelaskan maksud perkataannya. Zarif menolak pernyataan Trump itu sebagai 'ejekan genosida'. "Iran sudah berdiri sejak ribuan tahun sementara para penyerang pergi," tulis Zarif di media sosial Twitter.

Walaupun kedua belah pihak kerap mengatakan mereka siap berperang. Tapi mereka juga selalu menegaskan tidak ingin berperang.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement