REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh Kamran Dikarma
Pengecer ponsel pintar di beberapa negara Asia menolak menerima produk ponsel pintar Huawei. Ditangguhkannya kerja sama bisnis antara Google dengan perusahaan telekomunikasi asal Cina itu menjadi penyebab utamanya.
Sejak Amerika Serikat (AS) memblokir Huawei untuk membeli produk-produk asal negaranya pekan lalu, sejumlah pelanggan Huawei di Singapura dan Filipina bergegas menjual ponsel Huaweinya. Mereka khawatir tak dapat memperbarui sistem operasi di perangkat tersebut karena Google telah menangguhkan kerja samanya dengan Huawei.
Hal itu pun akhirnya berdampak pada penjualan produk gawai Huawei. "Kami tidak lagi menerima ponsel Huawei. Ini tidak akan dibeli oleh para pelanggan kami," kata Hamida Norhamida, seorang pramuniaga ponsel baru dan bekas di pusat perbelanjaan Greenhils Manila, Filipina, Rabu (22/5).
Penjual ponsel lainnya di Greenhils Manila mengungkapkan, dia hanya akan membeli ponsel Huawei dengan diskon 50 persen. "Menjualnya (ponsel Huawei) akan menjadi taruhan," ujarnya.
Dylan On, seorang penjual ponsel di Wanying Pte Ltd, yakni sebuah toko ritel dan reparasi di Singapura mengatakan, tak akan menerima dan menjual lagi produk Huawei. "Bukan berarti Huawei adalah produk yang buruk, ini produk yang sangat bagus. Hanya saja, tidak ada yang mau membelinya sekarang karena kebijakan AS," ujar dia.
Menurut perusahaan riset Canalys, perangkat gawai Huawei memiliki 14 persen pangsa pasar di Singapura tahun lalu. Dengan masih berlanjutnya perang dagang AS-Cina, pasar Huawei di negara itu diprediksi menurun.
Sementara itu, perancang dan produsen cip yang berbasis di Cambridge, Inggris, ARM, dilaporkan telah membekukan kerja samanya dengan Huawei. Menurut dokumen internal yang diperoleh BBC, ARM telah menginstruksikan agar semua kontrak aktif dengan Huawei dan anak perusahaannya dihentikan untuk mematuhi larangan perdagangan AS baru-baru ini.
Salah satu memo juga mengungkap para staf ARM diperintahkan menangguhkan semua interaksi dengan Huawei dan anak perusahaannya. Para staf dilarang memberikan dukungan transfer teknologi (baik perangkat lunak, kode, atau pembaruan lainnya), terlibat dalam diskusi teknis, atau mendiskusikan masalah teknis dengan Huawei, HiSilicon, atau entitas bersama lainnya.
Larangan tersebut tampaknya juga berlaku untuk ARM China, perusahaan yang berbasis di Cina di mana ARM Holdings memiliki 49 persen saham. Perusahaan tersebut didirikan sebagai usaha dengan konsorsium investasi Cina tahun lalu guna memungkinkan ARM mengembangkan, menjual, dan menawarkan dukungan untuk produk-produknya di wilayah tersebut.
ARM memproduksi teknologi semikonduktornya kepada pihak lain. Teknologi ini dipakai pada Samsung Exynos, Qualcomm Snapdragon, Apple A11, atau yang terdapat pada produk Huawei.
Terkait penolakan produk dan ditangguhkannya kerja sama dengan ARM, Huawei belum memberikan tanggapan. Kendati demikian, Huawei masih merilis produk terbarunya, yakni Honor 20 Pro. "Tak peduli apa yang terjadi, tidak peduli tantangan apa pun, cukup tersenyum dan mengatasinya," ujar Presiden Honor George Zhao pada acara peluncuran Honor 20 Pro. (reuters ed: yeyen rostiyani)