REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Komisaris Tertinggi PBB untuk Pengungsi Flippo Grandi mendesak Myanmar bertindak membawa pulang warganya yang mengungsi di Bangladesh dengan selamat. Hal itu dikatakannya selama pertemuan konstruktif dengan Penasihat Negara Daw Aung San Suu Kyi dan pejabat senior lainnya dalam kunjungan lima hari ke Myanmar, Jumat (24/5).
Menurut laporan dari UNCHR dilansir Anadolu Agency, Komisaris Tinggi PBB itu menyampaikan kekhawatiran utama Myanmar soal belasan ribu warganya yang terbengkalai di negera lain, termasuk komunitas Rakhine, Rohingya, serta para pengungsi di Bangladesh. Grandi kemudian menandatangani nota kesepahaman dengan Departemen Manajeman Bencana Kementerian Kesejahteraan Sosial, Bantuan, dan Pemukiman Kembali Myanmar mengenai kegiatan UNCHR yang lebih luas di seluruh negeri.
Selama pembicaraannya, Grandi juga mendorong Myanmar mempercepat verifikasi sekitar 98 ribu pengungsi yang tinggal di Thailand dengan tujuan solusi yang diperluas, yakni melalui repatriasi atau akses legal ke pasar tenaga kerja di Thailand. PBB mencatat Muslim Rohingya sebagai orang yang paling teraniaya di dunia. Mereka telah menghadapi ketakutan akan serangan sejak belasan orang terbunuh dalam kekerasan komunal pada 2012.
Menurut Amnesty International, lebih dari 750 ribu pengungsi Rohingya yang sebagian besar wanita dan anak-anak, telah melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh. Hal itu dilakukan setelah pasukan Myanmar melancarkan penumpasan terhadap komunitas Muslim minoritas pada Agustus 2017.
Menurut laporan oleh Ontario International Development Agency (OIDA), sejak 25 Agustus 2017, hampir 24 ribu Muslim Rohingya dibunuh oleh pasukan negara Myanmar. Dalam laporan yang berjudul Migrasi Paksa Rohingya: Pengalaman yang tak Terungkap,OIDA juga mencatat lebih dari 34 ribu Rohingya dilemparkan ke dalam api. Lebih dari 114 ribu orang lainnya dipukuli.
Laporan tersebut menambahkan, sekitar 18 ribu perempuan dan gadis Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar. Lebih dari 115 ribu rumah Rohingya dibakar dan 113 ribu lainnya dirusak.
PBB juga telah mendokumentasikan tindakan pemerkosaan massal, pembunuhan terhadap bayi dan anak kecil, dan pemukulan brutal, hingga penghilangan yang dilakukan oleh pasukan negara Myanmar. Dalam sebuah laporan, penyelidik PBB mengatakan pelanggaran seperti itu merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dengan niat genosida.