REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Kremlin mengatakan proses penyelidikan dan pengadilan 24 pelaut Ukraina yang ditahan Rusia di Laut Hitam harus tetap dilanjutkan. Surat kabar Rusia Vedomosti melaporkan pernyataan itu dikeluarkan Kremlin meski Pengadilan Maritim Internasional sudah meminta para pelaut itu dibebaskan, Senin (27/5).
Pada 25 November lalu Rusia menahan para pelaut Ukraina dan tiga kapal mereka di Selat Kerch. Selat yang menghubungkan Laut Hitam dan Laut Azov. Rusia sempat melepaskan tembakan ke arah pelaut-pelaut Ukraina itu.
Pada Sabtu (25/5) pengadilan maritim internasional atau International Tribunal for the Law of the Sea (ITLOS) mengatakan Moskow harus membebaskan para pelaut itu. Mereka juga meminta Rusia dan Ukraina menahan diri dari tindakan yang mungkin dapat meningkatkan perselisihan mereka.
Pada November lalu Presiden Ukraina memberlakukan darurat militer setelah pasukan Rusia menembak dan menangkap tiga kapal Ukraina di Laut Hitam. Bentrokan ini mengakibatkan enam awak kapal Ukraina terluka.
Setelah mencaplok Krimea, Rusia membangun jembatan senilai 3,69 miliar dolar AS di Selat Kerch. Jembatan ini untuk menghubungan Rusia dengan semananjung tersebut. Presiden Rusia Vladimir Putin sudah meresmikan jembatan itu pada Mei 2018 lalu.
NATO (North Atlantic Treaty Organization) juga sudah meminta Rusia dan Ukraina menahan diri agar tidak terjadi ketegangan yang lebih besar lagi. Penahanan ini terjadi setelah pada September 2018 angkatan laut Ukraina mengajukan keluhan penjaga perbatasan Rusia telah melakukan 'tindakan provokatif' kepada kapal-kapal Ukraina yang melalui jalur yang sama.
Jelang akhir 2018 Ukraina meningkatkan kekuatan angkatan laut mereka dengan menambah jumlah kapal tempur dan penjaga perbatasan yang berpatroli di sekitar Laut Azov. Peningkatkan kekuatan ini sebagai tanggapan atas semakin seringnya pemeriksaan kapal-kapal komersial yang dilakukan Rusia.
Pemerintah Ukraina dan negara-negara Barat telah menuduh pemerintah Rusia memblokir kapal-kapal dari Mariupol yang mana menjadi akses vital industri berat di wilayah tersebut. Mariupol berada di dekat area yang dikuasai pemberontak yang didukukng Rusia sejak konflik berdarah yang menewaskan setidaknya 10 ribu pada 2014.