Sabtu 01 Jun 2019 15:25 WIB

Rancangan Perdamaian tak Sebut Solusi Dua Negara

Sudah dua tahun cetak biru perdamaian Timur Tengah diinisasi AS.

Bendera Palestina
Foto: Reuters
Bendera Palestina

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Cetak biru Perdamaian Timur Tengah yang diinisiasi oleh Amerika Serikat (AS) masih belum selesai setelah hampir dua tahun dirancang. Draft perdamaian ini merupakan rencana besar AS untuk mengakhiri konflik antara Palestina dan Israel. Inisiasi tersebut didorong oleh Penasihat Gedung Putih sekaligus menantu Presiden AS Donald Trump, Jared Kushner. 

Sumber-sumber di Palestina dan Arab Saudi disebut telah diberikan pengarahan tentang rancangan rencana perdamaian tersebut. Dalam rancangan itu, Kushner tidak mengedepankan solusi dua negara. Solusi ini merupakan formula AS dan internasional agar Palestina mendapatkan kemerdekaan dan hidup berdampingan bersama Israel. 

Para pejabat Palestina mengatakan kepada Reuters, secara politis kesepakatan perdamaian itu akan memperluas wilayah Gaza ke bagian utara Mesir. Nantinya, wilayah tersebut akan berada di bawah kendali Mesir.

Palestina akan mendapatkan bagian yang lebih kecil di Tepi Barat dan beberapa daerah di pinggiran Yerusalem, serta tidak ada kontrol atas perbatasan meraka. Beberapa sumber di negara Barat dan Arab telah mengkonfirmasi garis besar rencana tersebut.

Desas-desus mengenai ekspansi wilayah Palestina ke gurun Sinai Mesir telah ditepis oleh utusan Trump di Timur Tengah, Jason Greenblatt. Dia mengatakan, dalam rancangan perdamaian tersebut tidak menggunakan istilah solusi dua negara. 

"Kami percaya bahwa menggunakan frasa dan label tertentu tidak membantu karena mereka kurang detail, mereka memiliki arti yang berbeda bagi orang yang berbeda. Setelah dirilis, rencana tersebut akan menunjukkan apa yang kami pikir mungkin solusi terbaik untuk kedua belah pihak," ujar Greenblatt, Sabtu (1/6).

Kushner dan Trump dinilai memanfaatkan konflik Palestina dan Israel sebagai sebuah transaksi. Washington menginisiasi konferensi ekonomi dengan negara-negara Timur Tengah di Bahrain pada Juni ini.

Namun rencana tersebut kemungkinan akan ditunda karena terjadi pergolakan politik di Israel, di mana Perdana Menteri Benjamin Netanyahu harus bertarung dalam pemilihan umum kedua setelah gagal membentuk pemerintahan. Adapun konferensi ekonomi tersebut diboikot oleh para pengusaha dan pejabat Palestina.

"Kami tidak mengusulkan perdamaian ekonomi. Kami tahu itu tidak dapat diterima oleh Palestina. Kami sudah sangat jelas bahwa rencana perdamaian tersebut sudah lengkap termasuk komponen politik juga. Tetapi rencana ekonomi adalah komponen penting untuk rencana penuh," kata Greenblatt. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement