Ahad 02 Jun 2019 09:58 WIB

Menteri Pertahanan Cina Kritik AS Soal Taiwan

Konflik atau perang antara kedua negara akan menjadi bencana.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Budi Raharjo
Pesawat jet tempur F-16 Taiwan terbang dalam formasi dekat selama latihan angkatan laut di stasiun laut Suao. AS telah menyetujui penjualan suku cadang untuk pesawat tempur F-16 dan pesawat militer lainnya ke Taiwan. (ilustrasi)
Foto: AP Photo/Chiang Ying-ying
Pesawat jet tempur F-16 Taiwan terbang dalam formasi dekat selama latihan angkatan laut di stasiun laut Suao. AS telah menyetujui penjualan suku cadang untuk pesawat tempur F-16 dan pesawat militer lainnya ke Taiwan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Menteri Pertahanan Cina, Wei Fenghe mengkritik Amerika Serikat (AS) atas dukungannya bagi Taiwan, dan untuk operasi angkatan laut di Laut Cina Selatan yang disengketakan. Namun ia mengatakan konflik atau perang antara kedua negara akan menjadi bencana.

"Tidak ada upaya yang memecah Cina akan berhasil. Setiap gangguan terkait Taiwan akan gagal," kata Wei, Ahad (2/6).

Wei mengatakan dalam Dialog Shangri-La di Singapura, KTT pertahanan utama Asia, menyatakan Cina akan berjuang sampai akhir jika ada yang mencoba memisahkan Cina dari Taiwan. Mereka menganggap Taiwan ibarat sebuah wilayah suci.

Hubungan antara Cina dan AS menjadi semakin tegang karena perang perdagangan yang terjadi, kemudian dukungan Amerika untuk Taiwan, dan terkait militer di Laut Cina Selatan, di mana Amerika juga melakukan kebebasan navigasi patroli.

"Beberapa negara dari luar wilayah datang ke Laut Cina Selatan untuk melenturkan kekuatan atas nama kebebasan navigasi," ucap Wei.

Pada Sabtu, penjabat Sekretaris Pertahanan AS Patrick Shanahan mengatakan kepada pertemuan itu bahwa AS tidak akan lagi berhati-hati terkait perilaku Cina di Asia.

Dalam pidatonya yang agresif, Wei mengatakan Cina akan berjuang sampai akhir jika Amerika ingin bertempur dalam masalah perdagangan. Akan tetapi jika Washington ingin berbicara, mereka menyatakan akan membuka pintu.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement