Ahad 02 Jun 2019 17:11 WIB

Ribuan Wanita di Dunia Kenakan Jilbab Perangi Islamofobia

Wanita dari berbagai agama dan latar belakang mengenakan jilbab.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Budi Raharjo
World Hijab Day. (ilustrasi)
Foto: worldhijabday.com
World Hijab Day. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Pendiri World Hijab Day Organization, Nazma Khan mengungkapkan, ribuan wanita mengenakan jilbab selama bulan suci Ramadhan untuk meningkatkan kesadaran tentang penutup kepala, dan mendidik orang tentang memerangi Islamofobia.

Khan mengatakan, dari Belarus, Brasil, Kanada, Jerman, Malaysia, Selandia Baru, Amerika Serikat (AS) dan seluruh dunia, wanita berpartisipasi dalam Ramadan Challenge untuk tahun kedua berturut-turut. "Dengan mengundang wanita dari berbagai agama dan latar belakang untuk mengenakan jilbab, itu menormalkan jilbab," kata Khan dilansir dari Anadolu Agency, Ahad (2/6).

"Jadi, itu tidak lagi tinggal sesuatu yang 'tidak diketahui' yang mungkin ditakuti oleh beberapa orang atau melihatnya sebagai ancaman," ucap Khan.

Akan tetapi beberapa wanita mengaku telah terinspirasi, sehingga mereka mengambil sendiri tantangan ini dengan mengambil langkah lebih jauh. Mereka memutuskan untuk berpuasa selama 29 atau 30 hari.

"Bagi saya, berpartisipasi dalam tantangan jilbab 30 hari dan berpuasa adalah seperti berjalan-jalan dengan sepatu orang lain. Saya ingin mempelajari seperti apa rasanya bagi orang lain dan memahami apa yang mungkin mereka alami," ucap Ambasador World Hijab Day, Ashley Pearson.  

Pearson bahkan mengunjungi masjid setempat dan mulai berteman. Dia bergabung dengan mereka selama perayaan buka puasa, ia senang mengenal dan mempelajari ibadah Muslim. "Saya berpuasa selama Tantangan Ramadhan dan sejauh ini saya pikir itu baik bagi saya," katanya pada hari ke-15 puasa.

"Kadang-kadang bisa sedikit sulit, tetapi itu benar-benar dapat mengajarkan Anda disiplin diri," ujar Pearson menambahkan.

Salah satu penganut agama Kemetic Orthodox melihat jilbab sebagai kendali atas bagaimana yang dia dirasakan oleh dunia luar. "Saya memiliki kendali atas siapa yang melihat saya, seberapa banyak dari saya yang mereka lihat. Saya memiliki kekuatan atas tubuh saya, tidak ada orang lain," kata Siobhan Welch.

Seorang mahasiswa kedokteran Muslim India, Sania Rukhsar Zaheeruddin (25 tahun) yang biasanya tidak mengenakan jilbab, mengambil bagian dalam tantangan dan melihatnya dengan cara yang hampir sama. "Di dunia di mana Islamofobia ada, ini seperti alat kekuasaan bagi wanita Muslim. Ini membantu kita untuk lebih percaya diri, memberi kita opini secara global," kata dia.

Bagi Zaheeruddin, pentingnya tantangan itu adalah untuk menunjukkan jilbab tidak mengubah fakta bahwa semuanya adalah manusia. "Perempuan Muslim diproyeksikan sebagai bentuk tertindas, dan rendah di dunia modern. Dan karena Islamophobia konseptual menyebar seperti api liar, penting bagi kami wanita Muslim untuk merasakan hal yang sama seperti yang lain," paparnya.

Hari Jilbab Sedunia diciptakan pada 2013 untuk mendorong wanita dari semua agama dan latar belakang untuk mengenakan jilbab dalam mendukung wanita Muslim. Dirayakan setiap tahun pada 1 Februari. Pada 2017, Hari Jilbab Dunia menjadi organisasi nirlaba dengan misi untuk memerangi diskriminasi terhadap perempuan Muslim melalui kesadaran dan pendidikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement