Senin 03 Jun 2019 16:15 WIB

Trump Minta Pengeboman di Idlib Dihentikan

Kekerasan di Idlib Suriah meningkat.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Ani Nursalikah
Presiden Donald Trump menggelar buka bersama di Gedung Putih
Foto: Manuel Balce Ceneta/AP Photo
Presiden Donald Trump menggelar buka bersama di Gedung Putih

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengungkapkan melalui Twitter, Rusia, dan Suriah harus berhenti melakukan pengeboman di Provinsi Idlib, Suriah. Ini karena banyak warga sipil yang menjadi korban.

"Mendengar kabar Rusia, Suriah dan, pada tingkat lebih rendah, Iran, mengebom Provinsi Idlib di Suriah, dan tanpa pandang bulu membunuh banyak warga sipil tak berdosa. Dunia menyaksikan penjagalan ini. Apa tujuannya, apa yang akan didapatnya, berhentilah kalian!" kata Trump di Twitter sesaat sebelum dia pergi untuk kunjungan kenegaraan ke Inggris, dilansir di Channel News Asia, Senin (3/6).

Baca Juga

Komentarnya muncul setelah Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia pada Jumat mengecam tidak adanya tindakan internasional dalam menghadapi kekerasan yang meningkat di wilayah barat laut. Hal ini disampaikan melalui konferensi pers di Istanbul.

Selain menewaskan puluhan warga sipil, pengeboman baru-baru ini oleh pasukan Suriah dan Rusia di Suriah barat laut telah mendorong 300 ribu orang ke perbatasan Turki. Pengamat Suriah untuk Hak Asasi Manusia mengatakan hampir 950 orang tewas dalam bentrokan terbaru di Idlib.

Kesepakatan September seharusnya untuk dapat mencegah ofensif rezim penuh di provinsi, dan daerah-daerah yang dimiliki oleh mantan afiliasi Alqaidah Hayat Tahrir al-Sham.

Namun, gerilyawan menolak meninggalkan daerah itu. Sementara kesepakatan itu berada di ambang kehancuran ketika pasukan Suriah dan Rusia bersekutu dengan Presiden Suriah, Bashar al-Assad untuk meningkatkan serangan udara, serta tembakan roket.

Pejuang Iran dan pasukan paramiliter Hizbullah juga ditempatkan di Suriah untuk mendukung rezim Assad. Kerusuhan yang memburuk di Idlib datang dengan ketegangan melonjak antara Iran dan Amerika.  Kebuntuan telah terjadi sejak AS tahun lalu menarik diri dari perjanjian nuklir Iran 2015.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement