REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Pemerintah Iran menolak seruan Prancis untuk menggelar pembicaraan internasional guna membahas kesepakatan nuklir yang tercapai pada 2015 atau dikenal dengan istilah Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Iran hanya mau membicarakan isu itu dengan negara kekuatan dunia.
“Dalam keadaan ini, berbicara tentang masalah di luar kesepakatan akan menyebabkan ketidakpercayaan lebih lanjut di antara para penandatangan kesepakatan yang tersisa,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Abbas Mousavi pada Jumat (7/6).
Menurut dia, sampai saat ini pun Eropa belum mampu memenuhi komitmennya dalam kesepakatan nuklir. “Eropa sejauh ini gagal memenuhi komitmen mereka di bawah kesepakatan dan untuk melindungi kepentingan Iran setelah penarikan ilegal Amerika,” ujarnya.
AS diketahui telah menarik diri dari JCPOA pada Mei 2018. Washington kemudian kembali menerapkan sanksi ekonomi terhadap Teheran. Adapun sektor yang dibidik AS antara lain energi, keuangan, industri otomotif, dan logam mulia.
Presiden AS Donald Trump mengklaim bahwa sanksi ekonomi yang diberlakukan negaranya kepada Iran berdampak signifikan. Hal itu menyebabkan Iran gagal sebagai sebuah negara.
"Mereka gagal sebagai suatu negara, tapi saya tidak ingin mereka gagal sebagai suatu negara. Kita dapat membalikkan itu dengan cepat, tapi sanksi-sanksi itu luar biasa betapa kuatnya mereka," kata Trump sebelum mengadakan pembicaraan bilateral dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron di Cean, Prancis barat, Kamis (6/6).
Pada kesempatan itu, Trump mengaku terbuka untuk bernegosiasi dengan Iran. Namun dia menegaskan bahwa AS akan tetap menolak kepemilikan senjata nuklir oleh negara tersebut. "Satu hal yang tidak bisa mereka miliki adalah senjata nuklir," ujarnya.
Macron pun sejalan dengan sikap Trump. Dia tak menghendaki Teheran memiliki senjata nuklir. Kendati demikian Macron menginginkan kesepakatan nuklir yang tercapai pada 2015, yakni Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA), tetap dipertahankan.
"Saya pikir kami memiliki tujuan yang sama dengan Iran. Kami memiliki kesepakatan hingga 2025 dan kami ingin melangkah lebih jauh serta memiliki kepastian penuh dalam jangka panjang," kata Macron.
Kendati demikian, Macron memang tak memungkiri dibutuhkan negosiasi baru dengan Iran. Sebab kesepakatan nuklir yang tercapai empat tahun lalu mulai retak sejak AS memutuskan hengkang pada Mei 2018.