REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Menteri Perminyakan Iran, Bijan Zanganeh mengatakan, Iran tidak akan meninggalkan OPEC. Meskipun, menurutnya, mereka diperlakukan seperti musuh oleh beberapa anggota OPEC lain.
"Iran tidak memiliki rencana untuk meninggalkan OPEC. Kami pun menyayangkan jika sesama anggota saling menjatuhkan karena alasan politik,"ujarnya kepada situs berita parlemen Iran ICANA.
“Dan kami pun menyayangkan dua negara saingan di regional Arab Saudi juga bersaing dengan kami. Kami bukan musuh mereka tetapi mereka menunjukkan permusuhan terhadap kami ... dan (mereka) menggunakan minyak sebagai senjata untuk melawan kami di pasar global dan dunia," imbuhnya .
Ketegangan antara Iran, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab semakin memanas setelah keduanya mengatakan mereka akan meningkatkan produksi minyak untuk menggantikan minyak Iran di pasar dunia. Pada Jumat (7/6), Presiden AS Donald Trump menambahkan sanksi baru untuk kelompok holding petrokimia terbesar Iran.
Trump menuduh mereka tidak mendukung Pengawal Revolusi Teheran. Washington beberapa lalu mengatakann langkah itu bertujuan untuk mengeringkan pendapatan bagi pasukan elit militer Iran. Namun, para analis berpendapat tindakan tersebut hanya bersifat simbolis.
Zanganeh mengatakan, tambahan sanksi dari Amerika Serikat membuat kondisi Iran semakin sulit. Namun, Iran, kata dia, telah menyiapkan beberapa strategi untuk menentang sanksi tersebut.
"Kami telah berpikir tentang menghadapi tindakan Amerika dan mencari cara untuk terus mengekspor minyak. Kami akan terus melawan dan tidak akan mundur," tuturnya.
Sebelumnya, Amerika Serikat mengatakan kepada sekutu untuk memotong semua impor minyak Iran dari November tahun lalu. Dan organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) telah setujui untuk meningkatkan produksi minyak untuk mengisi kekurangan minyak di pasar global setelah Iran mendapatkan sanksi dari AS.