REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Qatar dan negara-negara lain telah berbicara dengan Iran dan Amerika Serikat (AS) mengenai peningkatan eskalasi di kawasan. Menteri Luar Negeri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani, pun mendesak kedua pihak untuk bertemu dan mencari jalan keluar.
"Kami percaya bahwa pada satu titik harus ada perjanjian. Kondisi seperti ini tidak bisa berlangsung lama," ujar Thani kepada wartawan di London, Senin (10/6).
"Karena mereka tidak mau terlibat dalam eskalasi yang lebih besar, maka mereka harus saling membuka pintu untuk berdialog," kata Thani menambahkan.
Thani bersama dengan negara lainnya, termasuk Qatar, Oman, Irak, dan Jepang telah mendesak adanya penurunan eskalasi antara kedua belah pihak. Thani mengatakan, Qatar bersama dengan negara-negara lainnya telah berbicara dengan AS dan Iran agar keduanya dapat menurunkan ketegangan serta kekhawatiran di kawasan dan menyerukan agar dibuka pintu dialog.
"Apa yang kami coba lakukan adalah benar-benar untuk menjembatani kesenjangan dan menciptakan dialog antara kedua pihak, karena eskalasi tidak akan menguntungkan siapa pun di wilayah ini," kata Thani.
Ketegangan antara Iran dan AS dalam beberapa pekan terakhir terjadi setelah Washington menerapkan kembali sanksi ekonomi terhadap Iran. Sanksi tersebut diterapkan setelah AS menarik diri dari kesepakatan nuklir.
Tak hanya itu, AS menduga Iran telah menyerang kepentingannya di Timur Tengah. Oleh karena itu, AS mengirim pasukan militer ke kawasan tersebut untuk mengantisipasi serangan Iran.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas berada di Irak untuk mengurangi ketegangan di Timur Tengah utamanya antara Iran dan Amerika Serikat (AS). Dalam sebuah pernyataan, Sabtu (8/6), Kementerian Luar Negeri Jerman mengatakan, negara-negara di Eropa harus terlibat di wilayah tersebut menyusul kekhawatiran yang meningkat karena pergerakan Angkatan Laut Amerika Serikat di wilayah teluk.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Irak Ahmad Mahjoub mengkonfirmasi kedatangan utusan Jerman di negaranya. Mahjoub mengatakan, Maas dijadwalkan bertemu dengan presiden Irak, perdana menteri, dan menteri luar negeri untuk membahas keamanan regional dan investasi.
Utusan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Irak, Jeanine Hennis Plasschaert, mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB Irak dapat menjadi faktor penstabil di wilayah yang bergejolak, dan bukan menjadi arena konflik. Irak dapat menawarkan ruang untuk rekonsiliasi regional dan membuka jalan untuk menggelar dialog keamanan regional.