REPUBLIKA.CO.ID, NURSULTAN — Kepolisian Kazakhstan menahan setidaknya 500 orang yang melakukan aksi protes atas pemilihan presiden yang digelar pada Ahad (9/6) kemarin. Unjuk rasa dilakukan atas pemilihan yang dianggap tidak sah dan merupakan bentuk penipuan demokrasi di negara itu.
Aparat keamanan yang sebagian mengenakan pakaian anti-huru-hara lengkap dengan perisai dan helm terlihat membubarkan demonstrasi yang berlangsung di Ibu Kota Nursultan. Selain itu, aksi protes juga digelar di Almaty, salah satu kota komersial utama di Kazakhstan.
Dalam aksi protes yang berujung bentrokan tersebut, sebanyak tiga polisi dilaporkan terluka. Saat ini, belum ada laporan mengenai tuduhan terhadap pada peserta demonstrasi yang ditangkap.
Pemilihan awal presiden diselenggarakan di Kazakhstan setelah mantan presiden Nursultan Nazarbayev mengundurkan pada 19 Maret lalu. Ia berhenti dari jabatannya setelah 30 tahun memimpin negara Asia Tengah tersebut.
Nazarbayev atau dikenal dengan julukan ‘Papa’ oleh warga Kazakhstan telah memimpin negara itu sejak 1989, ketika masih menjadi bagian dari Uni Soviet. Ia menjadi pemimpin dari era Uni Soviet terakhir dan secara resmi menandatangani dekrit pengunduran diri pada 20 Maret.
Sesuai konstitusi, ketua parlemen Kasym-Jomart Tokayev meneruskan jabatan sebagai presiden hingga akhir masa jabatannya Nazarbayev berakhir pada April 2020. Sementara, Nazarbayev akan tetap memegang kunci dewan keamanan dan pemimpin Partai Nur Otan.
Banyak orang yang melakukan aksi protes menuding pemilihan presiden kali ini berlangsung tidak adil. Tak sedikit yang menilai bahwa melalui pemilihan kali ini, Tokayev akan menang dengan mudah.
Sejak 2005, pemilihan kali ini adalah yang pertama kalinya digelar dan membuat seorang tokoh oposisi masuk sebagai kandidat. Tokoh oposisi itu adalah Amirzhan Kossanov.
Meski demikian, Kossanov mengatakan tidak memiliki keluhan mengenai kemungkinan pelanggaran atas kampanye yang digelar sebelum pemilihan. Ia juga menekankan yang paling penting dari proses demokrasi di Kazakhstan kali ini adalah penghitungan suara.
"Tetapi hasil yang paling penting, puncak dari proses politik pemilihan, adalah penghitungan suara," kata Kossanov dilansir Time, Senin (10/6).
Komisi pemilihan nasional Kazakhstan melaporkan bahwa sekitar 77 persen warga telah memberikan suara. Sementara dalam pemilihan presiden sebelumnya, partisipasi pemilih lebih dari 90 persen.
Kazakhstan baru-baru ini telah mengalami peningkatan sentimen oposisi. Demonstrasi anti-pemerintah sebelumnya terjadi dalam beberapa bulan terakhir untuk memprotes pemilihan awal, yang dilihat lawan sebagai penyerahan kekuasaan yang diatur.