REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- International Atomic Energy Agency (IAEA) menyatakan, Iran telah mempercepat produksi uranium di tengah meningkatnya eskalasi dengan Amerika Serikat (AS) dalam beberapa pekan terakhir. Kepala IAEA Yukiya Amano mengatakan, Iran telah memproduksi uranium dengan jumlah lebih banyak dari sebelumnya.
"Ya, tingkat produksi (uranium Iran) meningkat," ujar Amano dalam konferensi pers, Selasa (11/6).
Namun, Amano tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai jumlah peningkatan produksi uranium tersebut. Amano mengaku khawatir tentang ketegangan masalah nuklir yang terjadi antara Iran dan AS. Dia berharap kedua belah pihak dapat melakukan dialog untuk mengurangi tingkat eskalasi di Timur Tengah.
"Cara-cara untuk mengurangi ketegangan saat ini melalui dialog. Sangat penting bahwa Iran sepenuhnya telah mengimplementasikan komitmen nuklirnya di bawah kesepakatan," kata Amano.
Secara terpisah, di Washington, juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Morgan Ortagus mengatakan, temuan IAEA menunjukkan bahwa Iran menuju ke arah yang salah. Hal itu semakin menegaskan tantangan berkelanjutan yang diajukan oleh Iran terhadap perdamaian dan keamanan internasional.
Tahun lalu, sekutu AS menentang keputusan untuk membatalkan kesepakatan nuklir yang dicapai pada 2015 antara Iran, AS, Jerman, Prancis, Inggris, Rusia, dan Cina. Mereka berjanji membantu Iran menemukan cara lain untuk berdagang, namun sejauh ini belum berhasil.
Sementara, semua perusahaan besar Eropa yang sebelumnya telah membatalkan rencana investasi di Iran karena takut terhadap sanksi AS. Iran menyatakan, Eropa belum menyediakan alternatif lain untuk berdagang.
"Kami belum melihat langkah-langkah serius yang diambil oleh Eropa pada tahun lalu, meskipun sikap politik mereka cukup baik," ujar Presiden Iran Hassan Rouhani.
Sebelumnya, Prancis, Inggris, dan Jerman telah membuat sistem perdagangan khusus untuk Iran yang disebut Instex. Sistem tersebut dirancang untuk memungkinkan pembayaran secara langsung ke Iran dan menghindari sanksi AS. Semua persyaratan formal untuk sistem perdagangan tersebut sudah rampung, dan diharapkan dapat diluncurkan dalam waktu dekat.
Washington mengecam rencana Eropa tersebut. Para pejabat AS mengatakan, sistem itu tidak akan banyak memiliki dampak pada bisnis komersial dengan Iran, tetapi dapat digunakan untuk transaksi kemanusiaan yang diizinkan di bawah sanksi AS. Kementerian Luar Negeri AS mengatakan, AS tidak akan mendukung mekanisme pembayaran apa pun yang memungkinkan sebuah negara melakukan transaksi bisnis dengan Iran.
Washington mengatakan, kesepakatan nuklir harus diperluas mencakup masalah lain termasuk program rudal Iran dan perannya dalam perang di kawasan Timur Tengah. Negara-negara Eropa memiliki keprihatinan yang sama, namun mereka berpendapat akan lebih sulit untuk mengatasinya tanpa perjanjian nuklir.