Rabu 12 Jun 2019 13:14 WIB

Demonstrasi Hong Kong Lumpuhkan Bisnis dan Transportasi

Demonstrasi terjadi di Jalan Lung Wo, wilayah bisnis dan kantor pemerintahan.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Ribuan orang berkumpul di Hong Kong memprotes hukum ekstradisi yang diusulkan, Ahad (9/6).
Foto: AP Photo/Kin Cheung
Ribuan orang berkumpul di Hong Kong memprotes hukum ekstradisi yang diusulkan, Ahad (9/6).

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Puluhan ribu demonstran kembali turun ke jalan untuk memprotes Rancangan Undang-Undang (RUU) ekstradisi di Hong Kong, Rabu (12/6). Para demonstran berunjuk rasa di sekitar Jalan Lung Wo, yang merupakan wilayah bisnis dan kantor pemerintahan. 

Beberapa pengunjuk rasa membentuk barikde untuk memblokor lalu lintas di jantung pusat keuangan Asia tersebut. Ratusan polisi anti huru-hara tampak siaga dengan peralatan mereka. Akibat aksi tersebut, pemerintah mengimbau kepada para stafnya untuk menghindari area tersebut, Jalan-jalan yang menuju gedung pemerintaha telah terhalang oleh para demonstran. 

Baca Juga

Amandemen RUU ekstradisi telah menjadi pertentangan di Hong Kong maupun di luar negeri. Hukum dalam amandemen RUU tersebut akan memungkinkan tersangka yang melakukan kejahatan seperti pembunuhan dan pemerkosaan, dikirim ke Cina daratan, Taiwan, dan Makau untuk diadili. Amandemen ini diprotes karena dinilai dapat melanggar hak asasi manusia dan menjatuhkan reputasi Hong Kong.

Pembahasan putaran kedua amandemen RUU tersebut dilakukan pada hari ini di Dewan Legislatif. Pemimpin Hong Kong, Carrie Lam mengatakan, amandemen dalam RUU ekstradisi akan tetap mengedepankan hak asasi manusia. 

Pemerintah Hong Kong memastikan bahwa tidak akan ada penganiayaan, penyiksaan politik atau agama, dan hukuman mati dalam RUU ekstradisi itu. Namun, di sisi lain para pemimpin bisnis terkemuka menyatakan, hukum ekstradisi dapat merusak kepercayaan investor di Hong Kong. Sementara, Keuskupan Katolik Hong Kong meminta pemerintah agar tidak tergesa-gesa dalam mengesahkan RUU ekstradisi tersebut. 

Aksi protes yang terjadi hari ini di Hong Kong telah menganggu kegiatan bisnis dan transportasi sejak pagi hari. Para demonstran beraksi di dekat beberapa perusahaan keuangan terbesar dunia, termasuk HSBC dan Standard Chartered. Kedua perusahaan ini telah mengimbau karyawannya untuk mengatur jam kerja secara fleksibel. 

Hong Kong merupakan bekas jajahan Inggris yang diserahkan kembali ke pemerintahan Cina pada 1997, dan memiliki prinsip 'satu negara, dua sistem'. Hong Kong memiliki undang-undang sendiri, dan penduduknya menikmati kebebasan sipil.

Hong Kong telah menandatangani perjanjian ekstradisi dengan 20 negara, termasuk Inggris dan AS. Tetapi tidak ada perjanjian ekstadisi yang telah dicapai dengan Cina daratan, meskipun negosiasi sedang berlangsung dalam dua dekade terakhir. Para pengkritik mengaitkan kegagalan tersebut dengan perlindungan hukum yang buruk bagi para terdakwa berdasarkan hukum Cina. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement