REPUBLIKA.CO.ID, DUSHANBE – Presiden Bangladesh M Abdul Hamid sedang mencari kerja sama dengan mitra internasional untuk membantu proses repatriasi pengungsi Rohingya ke Myanmar. Menurut dia, jika krisis dibiarkan, hal itu dapat menyebabkan kawasan tidak stabil.
“Kami mencari solusi damai untuk krisis dan juga menandatangani instrumen tentang pemulangan mereka (para pengungsi Rohingya) dengan Myanmar. Tapi jika dibiarkan tak terselesaikan, krisis dapat membuat seluruh kawasan tak stabil,” ujar Hamid, seperti dilaporkan kantor berita Bangladesh Sangbad Sangstha pada Sabtu (15/6).
Hal itu diungkapkan Hamid saat berpidato pada acara the 5th Summit of Conference on Interaction and Confidence Building Measures in Asia (CICA) di Dushanbe, Tajikistan. Itu merupakan forum antarpemerintah untuk meningkatkan kerja sama guna mempromosikan perdamaian, keamanan, dan stabilitas di Asia.
Sejumlah pemimpin negara, termasuk Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, menghadiri forum tersebut. Acara itu juga turut dihadiri beberapa organisasi internasional yang memiliki perhatian terhadap isu terkait.
Pada Agustus 2017, lebih dari 700 ribu orang Rohingya melarikan diri dan mengungsi ke Bangladesh. Hal itu terjadi setelah militer Myanmar melakukan operasi brutal untuk menangkap gerilyawan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA).
Masifnya arus pengungsi ke wilayah perbatasan Bangladesh segera memicu krisis kemanusiaan. Para pengungsi Rohingya terpaksa harus tinggal di tenda atau kamp dan menggantungkan hidup pada bantuan internasional.
Pada Maret lalu, pelapor Khusus PBB untuk Myanmar Yanghee Lee menyerukan Dewan Keamanan PBB agar kasus kekerasan Rohingya dibawa ke Pengadilan Pidana Internasional (ICC). Menurut dia, para korban seharusnya tidak dibiarkan untuk menunggu proses peradilan internasional. "Jika tidak mungkin untuk merujuk situasinya ke ICC, komunitas internasional harus mempertimbangkan untuk membentuk pengadilan independen," kata Lee.