REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Surat kabar The Times melaporkan Perdana Menteri Inggris Theresa May mempertimbangkan untuk bertemu secara langsung dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Pertemuan G20 di Jepang. Pertemuan itu kabarnya untuk mencairkan hubungan sebelum perdana menteri yang baru berkuasa.
Pada Senin (17/6), the Times mengatakan pertemuan Putin hanya dapat dilakukan jika ada tujuan dalam pertemuan tersebut. Terakhir kali May bertemu dengan Putin pada pertemuan Grup 20 di Argentina pada bulan November tahun lalu ketika presiden Rusia itu melakukan pendekatan resmi.
Hubungan Inggris dan Rusia pasca-perang dingin berada di titik terendah, terutama setelah kasus Sergei Skripal yang diracuni di Inggris. Mantan kolonel intelijen Rusia itu dan putrinya Yuli di racun dengan racun Novichok di Salisbury pada Maret 2018 lalu.
May menuduh Rusia berada dibalik kasus tersebut. Sementara dengan tegas Rusia membantahnya. Sekutu di Eropa dan Amerika Serikat sepakat dengan pandangan May dan banyak diplomat Rusia yang dikeluarkan dari negara-negara mereka. Rusia membalasnya dengan mengusir diplomat negara-negara Barat.
Sementara, May yang sudah mengajukan pengunduran diri akan turun dari jabatannya pada akhir Juli mendatang. Menurut Menteri Luar Negeri Luxembourg Jean Asselborn salah jika berpikir perdana menteri Inggris yang baru dapat kembali menegosiasikan Brexit.
Sebab, elemen-elemen utama dalam perjanjian Brexit sudah disegel. "Terlepas dari nama perdana menteri yang baru, kesepakatan sudah di atas meja, ambil atau tinggalkan," kata Asselborn.
Ia mengatakan mungkin ada beberapa detail yang dapat dinegosiasikan ulang. Tapi isu utamanya termasuk undang-undang, persoalan terkait bea cukai dengan Irlandia dan hak warga paska Brexit sudah diputuskan.