REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) bakal mengirim 1.000 pasukan tambahan ke Timur Tengah dengan dalih demi pertahanan. Hal itu disampaikan penjabat Sekretaris Pertahanan Patrick Shanahan pada Senin (17/6) waktu setempat.
Shanahan menjelaskan, keputusan itu sebagai tanggapan atas permintaan Komando Pusat AS (CENTCOM), saran Kepala Staf Gabungan dan hasil konsultasi dengan Gedung Putih.
"Saya telah memberi otorisasi kepada sekitar 1.000 pasukan tambahan untuk tujuan pertahanan guna mengatasi ancaman udara, laut, dan darat di Timur Tengah," katanya dalam sebuah pernyataan, dilansir dari laman Anadolu Agency, Selasa (18/6).
Keputusan itu, kata Shanahan, diambil juga terkait serangan terhadap dua kapal tanker minyak di Teluk Oman dekat Selat Hormuz pada pekan lalu. Pihak AS mengatakan Iran berada di balik serangan itu. Tetapi, Iran membantah tuduhan tersebut.
"Serangan-serangan Iran baru-baru ini memvalidasi intelijen yang andal dan kredibel yang kami terima atas perilaku bermusuhan oleh pasukan Iran dan kelompok-kelompok proksi mereka yang mengancam personel dan kepentingan AS di seluruh kawasan," ujarnya.
Shanahan juga menegaskan, AS tidak mencari konflik dengan Iran. "Kami akan terus memantau situasi dengan rajin dan melakukan penyesuaian untuk memaksa tingkat yang diperlukan mengingat ada pelaporan intelijen dan ancaman yang dapat dipercaya," ujarnya.
Ketegangan telah meningkat antara AS dan Iran sejak tahun lalu, ketika AS secara sepihak menarik diri dari pakta nuklir antara Republik Islam dan lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB plus Jerman.
Pemerintahan Presiden Donald Trump telah melakukan sejumlah tindakan untuk membatalkan perjanjian, termasuk pengenaan kembali sanksi AS terhadap minyak Iran. Iran pun berjanji untuk terus mengekspor minyak meski ada sanksi AS dan mengancam akan menutup Selat Hormuz jika dicegah menggunakan jalur air strategis.