REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan potensi perang antara Iran dan Amerika Serikat (AS). Menurutnya, konfrontasi militer kedua negara tersebut dapat menjadi bencana bagi kawasan Timur Tengah.
Putin menjelaskan peperangan antara Iran dan AS akan memiliki konsekuensi tak terduga. Hal itu akan mengarah pada pecahnya kekerasan dan gelombang baru pengungsi.
Menurut dia, dalam hal itu Iran mampu melakukan tindakan-tindakan ekstrem untuk melindungi dan mempertahankan negaranya. "Apa yang akan dihasilkan oleh tindakan-tindakan ekstrem ini, tidak ada yang tahu, dan siapa mereka yang akan terimbas, sulit dikatakan," ujar Putin pada Kamis (20/6).
Dia hanya menekankan tak ada pihak yang mengharapkan pecahnya konflik. "Tidak akan diinginkan peristiwa dikembangkan sesuai dengan skenario ini," kata dia.
Hubungan Iran dengan AS memanas sejak tahun lalu, tepatnya setelah AS memutuskan hengkang dari kesepakatan nuklir dan menerapkan kembali sanksi ekonomi terhadap Teheran. Setelah itu AS berupaya mendesak Iran agar bersedia merundingkan kembali kesepakatan nuklir yang disepakati pada 2015.
Namun, Iran enggan menuruti tuntutan AS. Para pemimpin kedua negara itu pun sempat berbalas retorika. Sejak Mei lalu, situasi kian meruncing.
Kebakaran di kapal tanker Front Altair terlihat dari jendela observasi sedang berusaha dipadamkan dengan water cannon di Teluk Oman, Kamis (13/6).
Hal itu disebabkan adanya serangan terhadap empat kapal tanker di wilayah perairan Uni Emirat Arab (UEA), tepatnya di dekat pelabuhan Fujairah. Dua kapal di antaranya merupakan milik Arab Saudi.
Serangan serupa terjadi pekan lalu. Dua kapal tanker milik Jepang dan Norwegia menjadi target serangan saat melintasi Selat Oman. Kejadian-kejadian itu membuat situasi di Teluk mendidih.
AS, termasuk Saudi, menuding Iran menjadi dalang di balik serangan terhadap kapal-kapal tanker tersebut. Kendati demikian, belum ada bukti kuat yang disodorkan kedua negara terkait tuduhan itu.
Iran pun telah membantah tegas tuduhan yang dilayangkan kepadanya. Ia bahkan sempat menyebut serangan terhadap kapal tanker di perairan Teluk merupakan skenario yang diatur pejabat garis keras Pemerintah AS untuk memantik ketegangan di kawasan.