REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Puluhan ribu warga Istanbul merayakan kemenangan Ekrem Imamoglu dalam pemungutan suara ulang pemilihan kepala daerah. Kandidat dari partai oposisi tersebut kembali dinyatakan menang. Kemenangan Imamoglu itu menjadi pukulan telak bagi Presiden Reccep Tayyep Erdogan.
"Kami akan mulai banyak bekerja sejak besok," kata Imamoglu kepada pendukungnya, Senin (24/6).
Imamoglu yang berasal dari Partai Rakyat Republik (CHP) mengamankan 54,21 persen suara. Unggul lebih banyak dibandingkan pemungutan suara pertama yang digelar pada Maret lalu.
Hasil pemungutan suara Maret dianulir setelah partai Erdogan yakni AKP protes. Menurut mereka, banyak penyimpangan dalam pemungutan suara tersebut. Dewan Pemilihan Umum Turki akhirnya memutuskan untuk menggelar pemungutan suara ulang.
Keputusan yang dikritik sekutu-sekutu Turki di Barat. Pemungutan suara ulang juga menjadi sasaran kritik lawan politik Erdogan dan AKP di dalam negeri yang menurut mereka telah mencederai demokrasi.
"Di kota ini hari ini, Anda telah memperbaiki demokrasi, terimakasih Istanbul," kata Imamoglu.
Pendukung Imamoglu membuat simbol hati dengan tangan mereka, mengekspresikan retorika Imamoglu yang inklusif sepanjang masa kampanye.
"Kami datang untuk semua orang, kami akan membangun demokrasi di kota ini, kami akan membangun keadilan, ini kota yang indah, saya berjanji kami akan membangun masa depan," ujarnya.
Dewan Pemilihan Umum Turki belum mengumumkan hasil resmi. Tapi Erdogan sudah memberikan selamat kepada Imamoglu atas kemenangannya. Lawan Imamoglu dalam pemilihan ini Binali Yildrim juga memberikan ucapan semoga beruntung setelah tempat pemungutan suara ditutup.
"Saya ucapkan selamat Ekrem Imamoglu, ia menang menurut hasil tidak resmi," cuit Erdogan di media sosial Twitter.
Erdogan yang berkuasa sejak 2003, perdana menteri dan lalu presiden pertama yang menjadi politisi dominan di Turki setelah Mustafa Kemal Ataturk. Partainya AKP memiliki dukungan yang kuat dari kelompok konservatif.
Pertumbuhan ekonomi Turki juga mendorongnya berhasil memenangkan AKP di sejumlah pemilihan umum dan pemilihan daerah. Tapi resesi ekonomi dan krisis keuangan telah mengikis dukungan terhadapnya. Erdogan juga mempererat cengkramannya membuat sejumlah pemilih khawatir.
Mata uang Turki yakni lira jatuh setelah hasil pemilihan umum di Istanbul pada bulan Maret lalu dibatalkan. Lira jatuh sampai 8 persen. Tapi, setelah Imamoglu dinyatakan menang lira menguat sebesar 2 persen.
Imamoglu mendapat dukungan dari berbagai pihak. Terbukti, ia unggul di distrik yang dikenal konservatif dan pendukung setia AKP. Kemenangan oposisi itu mengakhiri 25 tahun dominasi kelompok konservatif di kota terbesar di Turki.
"Pemilihan ulang ini salah satu cara mengakhiri kediktaktoran, Insya Allah, saya akan senang melihatnya sebagai presiden lima tahun ke depan, kekuasan satu orang harus diakhiri," kata seorang ibu rumah tangga, Gulcan Demirkaya yang berasal dari distrik Kagithane.
Hasil di Istanbul tampaknya akan memicu lembaran baru perpolitikan di Turki. Tiga kota besar dikuasai partai oposisi di saat perekonomian Turki bergejolak dan retakan di partai AKP.
"Mengingat margin kemenangannya hasil ini jelas akan berdampak pada masa depan politik Turki, ini tanda peringatan bagi kemampanan AKP," kata mantan diplomat dan akademisi Carnegie Europe Sinan Ulgen.
Para pengamat mengatakan kekalahan ini dapat memicu reshuffle kabinet dan mengubah kebijakan luar negeri pemerintahan pusat. Serta dapat memicu pemilihan umum 2023 dijadwalkan lebih awal meskipun pemimpin partai sekutu AKP mengecilkan kemungkinan tersebut.
"Turki harus kembali ke agenda awal, proses pemilihan umum harus tertutup, berbicara tentang pemilihan umum lebih awal dapat menjadi salah satu hal terburuk bagi negara kami," kata pemimpin partai nasional MHP Devlet Bacheli.
Ketidakpastian nasib Istanbul dan ada kemungkinan tertundanya reformasi ekonomi membuat pasar keuangan berada di pinggir jurang. Ancaman Amerika Serikat jika Erdogan tetap membeli sistem pertahanan Rusia juga membebani pasar.